Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memastikan tidak ada fenomena crowding out atau peralihan dana secara besar-besaran oleh perbankan dari Surat Berharga Negara (SBN) ke instrumen moneter Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu, Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono membenarkan adanya realokasi yang dilakukan oleh perbankan dari instrumen SBN ke SRBI. Namun, dia menjamin hal itu tidak memengaruhi fungsi utama bank untuk menyalurkan kredit.

Pernyataan Doni merespons tudingan SRBI membuat perbankan kekeringan likuiditas. SRBI diketahui menawarkan imbal hasil (yield) yang lebih tinggi sehingga menjadi daya tarik untuk perbankan memindahkan dana mereka.

Guna menjamin tidak adanya crowding out, Doni memaparkan data kredit perbankan yang justru mengalami peningkatan sepanjang periode Desember 2023 hingga Juni 2024.

Penyaluran kredit bank BUMN tercatat naik dari 68 persen menjadi 71,9 persen. Sementara untuk bank swasta kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 3 dan 4 meningkat dari 61,7 persen menjadi 63,28 persen.

Di sisi lain, alokasi aset perbankan yang ditempatkan di BI justru mengalami penurunan, di mana untuk bank BUMN turun dari 9,3 persen menjadi 5,46 persen serta bank KBMI 3 dan 4 turun dari 7,84 persen menjadi 6,14 persen.

Dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan SRBI menawarkan imbal hasil yang tinggi demi menarik aliran masuk modal asing ke dalam negeri.

Hingga 15 Juli 2024, SRBI telah terjual sebesar Rp775,45 triliun, mendorong aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri yang tercermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp220,35 triliun atau 28,42 persen dari total outstanding.

Perry mengakui penempatan dana pada BI menjadi salah satu dari tiga sumber aset perbankan, di samping penyaluran kredit dan alat likuid. Namun, kata dia, baik kredit maupun alat likuid tetap menunjukkan kinerja yang baik meski SRBI kian laris di kalangan perbankan.

“Likuiditas perbankan triwulan II-2024 tetap memadai, tercermin dari Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tercatat tinggi sebesar 25,36 persen. Secara historis, AL/DPK umumnya tidak lebih dari 15 persen, sehingga ini lebih dari cukup,” ujar dia.

BI justru menyalurkan tambahan likuiditas terhadap perbankan yang rajin menyalurkan kredit di sektor prioritas dengan total nilai Rp255 triliun. Langkah ini merupakan bagian dari Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia.

Kemudian, DPK pada triwulan II-2024 juga tercatat tumbuh menguat sebesar 8,45 persen.

Dengan posisi AL/DPK, insentif likuiditas, pertumbuhan DPK, aliran masuk portofolio asing, serta operasi moneter yang ekspansif, Perry menjamin likuiditas perbankan Indonesia tetap dalam kondisi yang aman.

Baca juga: BI: Instrumen moneter SRBI terjual Rp775,45 triliun
Baca juga: Gubernur BI: Kami upayakan kurs rupiah turun di bawah Rp16 ribu
Baca juga: Ekonom: Optimalisasi SRBI dan SVBI redam volatilitas rupiah

Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024