Bromat juga dapat menyebabkan gangguan darah, seperti anemia, serta gejala gastrointestinal, termasuk mual, muntah, nyeri perut, diare, dan muntah darah
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional mengatakan sejumlah riset telah mengungkapkan berbagai dampak kesehatan yang disebabkan oleh bromat yang ada dalam setiap air konsumsi yang terkena ozonisasi untuk menghilangkan warna, rasa, aroma dan mikroba.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, Peneliti Pusat Riset Sumber Daya Geologi BRIN Rizka Maria mengatakan dampak bromat meliputi gangguan pada sistem saraf pusat, seperti hilangnya refleks dan kelelahan berlebihan.

Rizka mengatakan bromat juga dapat menyebabkan gangguan darah, seperti anemia, serta gejala gastrointestinal, termasuk mual, muntah, nyeri perut, diare, dan muntah darah. Bahkan, dalam beberapa kasus, dapat terjadi pembengkakan paru-paru hingga kanker.

"Sebagian besar gangguan kesehatan ini dapat sembuh setelah mendapat penanganan medis," katanya.

Dia mengutip Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menyebutkan bahwa lebih dari 100 zat kimia, virus atau bahkan obat-obatan dan paparan radiasi untuk medis bersifat karsinogenik, dan salah satu zat yang dapat memicu pertumbuhan kanker adalah bromat.

Baca juga: BPOM ingatkan agar kadar bromat pada AMDK tidak lebihi batas
Baca juga: Dokter sebut senyawa bromat lebih berbahaya dari BPA


Dalam keterangan yang sama, Ketua Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Firman Tumantara Endipraja menilai pemerintah harus lebih ketat terhadap produk yang beredar di pasaran tanpa adanya tebang pilih aturan, karena zat-zat yang menjadi isu merupakan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

"Bisa jadi ada tebang pilih. Kalau demi keamanan, kenyamanan, dan keselamatan masyarakat tidak perlu ada tebang pilih. Dalam penindakan harus tegas. Pengawasan juga harusnya tidak pilih-pilih," kata Firman.

Tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat selaku konsumen agar mereka mendapatkan produk yang baik telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Artinya, pemerintah utamanya BPOM, Dinas Kesehatan, hingga Dinas Perindustrian memiliki tanggung jawab untuk mengawasi peredaran produk di masyarakat.

Sebelumnya, riset yang dilakukan Zhao J dan tim di jurnal BMJ Oncology (2023) menemukan bahwa ada peningkatan signifikan penderita kanker di dunia pada kalangan muda atau usia di bawah 50 tahun. Penelitian dilakukan dengan memeriksa data dari 204 negara.

Hasilnya, ditemukan 3,26 juta kasus kanker dini pada 2019. Jumlah ini meningkat 79,1 persen dibandingkan tahun 1990. Angka kematian akibat kanker di kalangan muda juga naik 27,7 persen.

Zhao dan tim memprediksi bahwa peningkatan paparan kanker akan meningkat 31 persen dengan angka kematian 21 persen pada 2030. Lonjakan diduga akibat perubahan gaya hidup, terutama pola konsumsi dan lingkungan.

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024