Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Hafizt mengatakan untuk mendukung data padang lamun nasional dibutuhkan kolaborasi pemangku kepentingan mengingat peran penting ekosistem tersebut dalam perkembangan ekonomi biru.

"Kolaboratif data diperlukan. Kolaboratif data itu seperti ini, data itu saya yakin di daerah itu mengambil, apalagi di universitas ada dari skripsi, dari tesis dan disertasi, tersebar. Jadi entah mungkin dihimpun oleh wali data," kata Peneliti BRIN Muhammad Hafizt dalam diskusi daring diikuti dari Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan wali data berperan mengumpulkan data yang tersebar dari pemerintah daerah, lembaga di luar pemerintah, universitas, asosiasi, pusat data padang lamun global, dan berbagai proyek terkait dengan ekosistem perairan itu.

Dengan adanya kolaborasi pendataan, katanya, dapat membangun model empiris untuk data padang lamun nasional demi menghasilkan estimasi lebih akurat terkait dengan kondisi, terutama untuk mendukung penghitungan potensi penyimpanan karbon.

Baca juga: Peneliti soroti tantangan penginderaan jauh estimasi karbon di lamun

Beberapa tantangan yang dihadapi dengan data yang sudah terkumpul, termasuk kelengkapan informasi yang dibutuhkan untuk menghitung potensi karbon di ekosistem padang lamun, baik di atas permukaan (above ground) maupun di bawah tanah (underground ground).

"Kalau kita bicara estimasi karbon skala nasional berarti paling ideal kita butuh informasi above ground carbon, underground carbon di setiap titik. Bagaimana kalau tidak punya sampel? Salah satu solusinya dengan memprediksi dari parameter lain misalnya dari persentase kaver," katanya.

Dia mengatakan kelengkapan itu juga dibutuhkan karena masing-masing ekosistem padang lamun di Indonesia memiliki struktur varietas yang beragam, mengingat terdapat 12 spesies lamun di Nusantara.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia berencana memasukkan ekosistem padang lamun dalam dokumen iklim Nationally Determined Contribution (NDC) kedua yang rencananya diluncurkan tahun ini, menjelang Konferensi Iklim PBB COP29 di Azerbaijan.

Hal itu mengingat potensi yang dimiliki ekosistem pesisir dalam upaya mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) nasional, termasuk kemampuan mangrove dan padang lamun untuk menyimpan dan menyerap karbon.

Baca juga: Pengelolaan karbon biru turut melibatkan masyarakat adat
Baca juga: Penggiat soroti peran padang lamun Indonesia dalam konservasi dugong


Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024