Jakarta, 17-07-2024 - Perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan aspek penting dalam upaya pemerintah mendukung inovasi dan kreativitas industri dalam negeri. Langkah-langkah signifikan untuk melindungi HKI pun telah diambil pemerintah, baik melalui regulasi maupun penunjukan lembaga yang bertugas mengawasi dan menegakkan hak-hak tersebut. Salah satu lembaga yang berperan penting dalam pengawasan HKI ialah Bea Cukai, terutama dalam mencegah perdagangan barang-barang bajakan atau palsu. 

"Bea Cukai berwenang dalam mengawasi impor dan ekspor barang, termasuk produk-produk yang melanggar hak kekayaan intelektual seperti barang-barang bajakan, merek dagang palsu, atau produk dengan paten yang tidak sah. Dengan melakukan pemeriksaan yang cermat terhadap barang-barang yang masuk atau keluar dari suatu negara, kami dapat mengidentifikasi dan menahan produk-produk ilegal tersebut, sehingga melindungi pemegang HKI dari kerugian finansial dan mencegah persaingan yang tidak sehat di pasar," jelas Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar.

Kewenangan pengawasan dugaan pelanggaran HKI oleh Bea Cukai secara ex-officio tercantum dalam UU Nomor 10 Tahun 1995 jo UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Mekanisme pelaksanaannya diatur dalam PP Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran Kekayaan Intelektual dan PMK Nomor 40 Tahun 2018 tentang Perekaman, Penegahan, Jaminan, Penangguhan Sementara, Monitoring dan Evaluasi dalam rangka Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga Merupakan atau Berasal dari Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual.

Disebutkan Encep, optimalisasi pengawasan barang HKI oleh Bea Cukai ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan penegakan hukum terkait perlindungan HKI agar dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk perkembangan ekonomi dan inovasi. Mengingat pelanggaran HKI tidak hanya merugikan pemilik hak, tetapi juga berdampak luas pada ekonomi, inovasi, dan masyarakat. 

"Bagi konsumen, barang-barang yang melanggar HKI dapat berdampak buruk terhadap kesehatan, contohnya obat atau kosmetik palsu, dan keselamatan konsumen, contohnya pemalsuan suku cadang kedaraan. Bagi pemilik hak, pelanggaran HKI dapat menurunkan minat untuk berinovasi dan berkreasi serta memperburuk reputasi dan citra dari merek yang dipalsukan atau ditiru. Selain itu, pelanggaran HKI juga menimbulkan trust issues pada negara yang memiliki banyak kasus pelanggaran HKI dan dapat dijadikan sumber pendanaan bagi organized crime dan terorisme," rincinya.

Oleh karena itu, selaras dengan implementasi tugas dan fungsi Bea Cukai sebagai community protector, instansi ini terus berupaya mengembangkan strategi pengawasan yang efektif dalam mengatasi tantangan perdagangan barang-barang yang melanggar HKI, melalui sistem rekordasi Bea Cukai, penindakan, serta kolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait. "Kami juga tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Program Perlindungan dan Penegakan Hukum di Bidang Kekayaan Intelektual bersama dengan DJKI sebagai leading sector, Polri, BPOM, Kominfo, Kemenlu, Kemendag, Kemenkes, dan Kemendikbud. Diharapkan sinergi pengawasan HKI ini dapat menciptakan iklim investasi Indonesia yang semakin kondusif, sehingga dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional," tutup Encep.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2024