Jakarta (ANTARA) - Polres Metro Jakarta Selatan mengimbau warga di wilayah tersebut menyertakan barang bukti berupa rekaman video untuk ditindaklanjuti oleh Kepolisian jika menemukan dan melaporkan adanya politik uang menjelang Pilkada DKI Jakarta.
 
"Kalau foto masih bisa disangkal, tapi kalau video pas kasih uang seseorang itu lebih gampang membuktikan," kata Kepala Sub Unit (Kasubnit) II Harta Benda, Bangunan dan Tanah (Harda Bangtah) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Selatan Ipda Mohamad Syaifudin Zuhri.
 
Syaifudin di Jakarta, Rabu, mengatakan, pelapor harus mampu menyiapkan kamera terbaik untuk merekam semua kejadian di lokasi. Selain itu, salah satu alat bukti yang sah dan tidak bisa disangkal, yakni surat.
 
Meski banyak saksi di lapangan, jika tak ada barang bukti maka pelaku masih bisa menyangkal dan tak terjerat politik uang.
 
"Ketika akan melakukan sesuatu mereka melihat peraturan. Cari celahnya apa dan mereka gunakan celah itu," ujarnya.

Baca juga: Pemkot Jaksel tingkatkan koordinasi dengan camat agar pilkada kondusif
Baca juga: Sandiaga menerobos genangan air di Jakarta Selatan
 
Karena itu, pihaknya menyatakan tentunya tidak hanya pihak Kepolisian saja yang bertugas mewujudkan pemilu damai melainkan membutuhkan peran semua lapisan masyarakat.
 
"Menjaga pemilu damai tidak hanya dibebankan kepada aparat Kepolisian, perlu kerja sama dengan semua lapisan masyarakat," ujarnya.
 
Oknum yang terlibat politik uang bisa dikenakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187A ayat (1) "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu".
 
Sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024