New York City (ANTARA) - Empat dari lima orang Amerika mencemaskan soal meningkatnya kekerasan politik menyusul percobaan pembunuhan terhadap mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, dan khawatir bahwa AS "menjadi makin tidak terkendali", demikian hasil jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dilakukan pada Selasa (16/7).

Trump selamat dari percobaan pembunuhan dalam sebuah acara kampanye di Pennsylvania pada Sabtu (13/7). Insiden penembakan itu menjadi tajuk utama yang menghebohkan di berbagai platform berita dan media sosial, serta menimbulkan guncangan politik di seluruh negara tersebut, yang hanya tinggal tiga bulan lagi akan menggelar pemilihan presiden (Pilpres).

Sekitar 84 persen pemilih dalam jajak pendapat tersebut mengatakan khawatir bahwa kelompok ekstremis akan melakukan tindakan kekerasan setelah pilpres November mendatang. Angka ini naik dari 74 persen pada hasil jajak pendapat sebelumnya pada Mei.

Sekitar 80 persen pemilih di AS, yang mencakup pendukung Partai Demokrat maupun Republik, setuju bahwa "negara ini menjadi makin tidak terkendali."

Hanya 5 persen responden yang mengatakan bahwa seseorang di dalam partai politiknya boleh melakukan kekerasan demi mencapai tujuan politik. Persentase tersebut turun dari 12 persen dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos pada Juni 2023.

Menurut jajak pendapat ini, kandidat presiden dari Partai Republik, Trump, unggul selisih atas Presiden Joe Biden dari Partai Demokrat, dengan 43 persen berbanding 41 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa upaya pembunuhan terhadap Trump tidak memicu perubahan besar dalam sentimen pemilih, kata Reuters setelah jajak pendapat itu.

Dilakukan secara daring, jajak pendapat tersebut menyurvei 1.202 orang dewasa di seluruh penjuru AS, termasuk 992 pemilih terdaftar.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024