Ini sekaligus menandakan puncak musim kemarau di DIY yang terjadi pada Juli dan Agustus 2024
Yogyakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyebut suhu udara dingin yang minimum hingga mencapai 18,8 derajat Celcius di Daerah Istimewa Yogyakarta dipengaruhi oleh pergerakan angin Monsoon dingin Australia.

"Adanya pergerakan massa udara dari Australia dengan membawa massa udara dingin dan kering," kata Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas saat dihubungi di Yogyakarta, Selasa.

Baca juga: BMKG paparkan pemicu suhu udara dingin sebagian besar Pulau Jawa

Reni mengatakan suhu udara dingin itu diperkirakan masih berlangsung dan dirasakan hingga Agustus 2024.

"Ini sekaligus menandakan puncak musim kemarau di DIY yang terjadi pada Juli dan Agustus 2024," kata dia.

Di DIY, kata Reni, suhu udara paling dingin pernah mencapai 17 derajat Celcius pada 15 Agustus 2018.

Selain Monsoon Australia, menurut dia, suhu udara dingin juga disebabkan tutupan awan yang relatif sedikit sehingga pantulan panas dari bumi yang diterima dari sinar matahari tidak tertahan oleh awan, tetapi langsung terlepas dan hilang ke angkasa.

Baca juga: Kepulauan Sunda Kecil masih mengalami suhu udara dingin

"Kandungan air di dalam tanah menipis, kandungan uap air di udara juga rendah yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara," kata dia.

Reni mengimbau masyarakat menjaga imunitas tubuh dengan cara mencukupi kebutuhan cairan atau menghindari dehidrasi serta makan dan minum minuman hangat.

"Pada malam hari, gunakan pakaian atau selimut yang tebal. Suhu pendingin udara ruangan tidak terlalu rendah dan menggunakan krim/pelembab kulit supaya kulit tidak terlalu kering," ujar dia.

Baca juga: BBMKG Denpasar: Suhu di Bali turun dua derajat picu lebih dingin

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024