Dibutuhkan kolaborasi antara pemangku kepentingan dalam mengurangi kebiasaan merokok di lingkungan militer
Jakarta (ANTARA) - Pakar sekaligus praktisi kesehatan Kolonel Laut Yun Mukmin Akbar mengatakan penggunaan tembakau alternatif mampu mengurangi risiko penyakit pada perokok dewasa.

Dokter di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut (RSGM) Lembaga Kedokteran Gigi (Ladokgi) TNI AL RE Martadinata itu menjelaskan prevalensi merokok juga menjadi salah satu persoalan serius di kalangan militer.

"Kita tidak bisa tiba-tiba melarang perokok untuk berhenti merokok, itu sangat sulit. Fokus pada pengurangan bahaya tembakau dan menghormati hak asasi manusia perlu menjadi prioritas," kata Mukmin melalui keterangan di Jakarta, Selasa.

Mukmin mengungkapkan dunia militer sudah mulai menerapkan konsep pengurangan risiko bagi para perokok.

Baca juga: Menkes: Beban kesehatan negara akibat rokok lebih gede dari pendapatan

Ia menyebut setidaknya ada empat pilar utama dalam mengimplementasikan konsep tersebut antara lain kerangka kebijakan, pendanaan dan sumber daya, partisipasi komunitas, serta pelatihan dan edukasi.

"Dari empat pilar tersebut dirumuskan menjadi tiga strategi intervensi. Pertama, program berhenti merokok komprehensif dengan memberikan akses konseling dan produk tembakau alternatif," ujarnya.

Strategi kedua, kata Mukmin, kebijakan bebas asap rokok di instalasi militer. Ketiga, kampanye pendidikan melalui program sadar risiko kesehatan akibat merokok serta promosi budaya bebas rokok.

Menurutnya, pemerintah dapat mengembangkan kebijakan melalui integrasi teknologi dan pendekatan yang holistik untuk menekan angka perokok.

Baca juga: Lentera Anak minta komitmen tegas pemerintah lindungi anak dari rokok

"Peningkatan kualitas kesehatan menjadi fokus dari tujuan pengurangan bahaya tembakau. Dibutuhkan kolaborasi antara pemangku kepentingan dalam mengurangi kebiasaan merokok di lingkungan militer," ujarnya.

Terkait hal tersebut Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Hari Prasetiyo menjelaskan proses pembuatan kebijakan harus mempertimbangkan antara manfaat dan risiko, serta pentingnya naskah akademik, seperti hasil kajian ilmiah, supaya memiliki dasar hukum yang kuat.

Oleh sebab itu, ia menilai pemerintah wajib menginformasikan manfaat dan risiko produk tembakau alternatif agar perokok dewasa bisa tahu dan punya kebebasan untuk memilih.

"Di UU Kesehatan contohnya, pemerintah sebenarnya telah mengamanatkan adanya aturan turunan yang berbeda antara rokok konvensional dengan rokok elektrik. Ketika kita memakai ilmu hukum, ada yang namanya single subject rule. Ini dua objek berbeda sehingga diatur berbeda sehingga di Peraturan Pemerintah (PP), saya berharap diatur secara berbeda," tutur Hari.

Baca juga: UI: Risiko rokok elektrik dapat lebih tinggi dari rokok konvensional

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024