Jakarta, 11 September 2006 (ANTARA) - Sektor Kehutanan melalui kegiatan pengusahaan hutan di kawasan hutan produksi dan industrialisasi kehutanan selama 3 dekade lebih telah memberikan kontribusi signifikan terhadap proses pembangunan nasional. Selama periode tersebut sektor kehutanan telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pertambahan nilai investasi, peningkatan kinerja ekspor, pendapatan negara melalui pendapatan pajak dan non pajak, serta penciptaan peluang usaha dan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan sensus penduduk BPS tahun 2003, mengindikasikan jumlah penduduk Indonesia mencapai 220 juta orang. CIFOR (2004) dan BPS (2000) menggambarkan bahwa kurang lebih 48,8 juta di antaranya tinggal di sekitar kawasan hutan dan sekitar 10,2 juta orang di antaranya tergolong dalam kategori miskin. Penduduk yang bermata pencaharian langsung dari hutan sekitar 6 juta orang. Apabila diasumsikan bahwa setiap tenaga kerja di sektor kehutanan menanggung minimal 3 orang, maka usaha di sektor kehutanan telah menjadi gantungan hidup 24 juta orang. Sebanyak 3,4 juta orang di antaranya bekerja di sektor swasta kehutanan. Secara tradisi, pada umumnya masyarakat tersebut memiliki mata pencaharian dengan memanfaatkan produk-produk hutan, baik kayu maupun bukan kayu antara lain rotan, damar, gaharu, lebah madu. Bahkan sumber APKINDO (Asosiasi Pengusaha Kayu Indonesia) tahun 2003 menyatakan bahwa industri pemanenan kayu bulat (HPH dan HTI) mampu menyerap tenaga kerja 761.530 orang dengan nilai investasi US$ 6,28 miliar. Industri kayu lapis dan panel kayu lainnya mampu menyerap tenaga kerja 445.500 orang dengan nilai investasi US$ 3,30 miliar. Industri penggergajian dan kayu olahan mampu menyerap 370.000 orang dengan nilai investasi US$ 1,03 miliar. Industri mebel dan kerajinan mampu menyerap tenaga kerja 542.500 orang. Dan industri pulp and paper mampu menyerap 178.620 tenaga kerja dengan nilai investasi US$ 16 miliar. Industri sektor kehutanan telah memberikan sumbangan devisa yang cukup signifikan pasca krisis (periode 1998 - 2003) dengan nilai US$ 7 miliar atau lebih dari 12,68 persen. Dari kelima jenis industri di sektor kehutanan tadi menimbulkan efek domino yang cukup luas bagi peningkatan ekonomi rakyat dalam mendorong tumbuhnya industri pendukung seperti industri perekat, industri cat, dan lain-lain. Selanjutnya untuk mendukung penyediaan bahan baku, Departemen Kehutanan akan mempercepat program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Potensi ketersediaan kayu bulat dari HTI sampai dengan bulan Juni 2006 produksinya telah mencapai 19,2 juta m3 per tahun. Potensi tersebut dapat terus dikembangkan, mengingat pada tahun 2009 semua industri pulp dan kertas harus sudah menggunakan kayu dari hasil tanaman. Berdasarkan jumlah kapasitas industri yang ada, kebutuhan kayu bulat mencapai 27 juta m3 per tahun. Dalam waktu sepuluh tahun ke depan kebutuhan tersebut bisa mencapai 37,6 juta m3 per tahun. Hingga Agustus 2005 realisasi pembangunan HTI kayu pertukangan telah mencapai 2,3 hektar atau mencapai 24,5 persen dari target yang ditetapkan seluas 9,4 juta hektar. Untuk terus mendorong pengembangan HTI, diperlukan landasan hukum yang jelas guna menjamin kepastian dan keamanan lahan, kepastian hukum kepemilikan dengan bentuk HGU, sehingga layak memperoleh jaminan kredit dengan bunga rendah. Mengingat HTI merupakan usaha yang lambat return of investment-nya dan kecil IRR-nya. Untuk mempercepat pembangunan HTI juga diperlukan perbaikan kebijakan penggunaan DR dan pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif (LKA). Di samping berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dengan perbaikan berbagai kebijakan dan pembentukan lembaga keuangan alternatif, dunia usaha harus membantu upaya tersebut dengan re-engineering mesin produksi. Mesin lama yang dipakai sekarang ini didesain untuk mengupas kayu berdiameter besar, sehingga tidak efisien apabila digunakan untuk mengupas kayu hutan tanaman yang umumnya berdiameter kecil. Oleh karena itu, industri kehutanan telah dihimbau untuk melakukan re-engineering mesin yang sudah tua dengan mesin baru yang lebih efisien. Efisiensi penggunaan bahan baku merupakan salah satu upaya penghematan sumberdaya alam untuk mengatasi kesenjangan supply demand bahan baku kayu. Untuk meningkatkan daya saing di pasar global, diharapkan industri kehutanan melakukan inovasi produk yang berkualitas dan bernilai tambah tinggi, serta berorientasi pada nilai kualitas dan bukan pada volume penjualannya. Selain itu, peningkatan kemampuan dan keterampilan SDM, terutama dalam penguasaan teknologi juga harus menjadi perhatian utama, disertai dengan peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan produk yang unggul dan bermutu tinggi. Jadi secara umum kontribusi sektor kehutanan telah membuktikan kinerjanya sebagai salah satu solusi strategis dan penting dalam penyerapan tenaga kerja, perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha. Salah satu multiflier effect-nya adalah juga mendorong berdirinya pusat-pusat ekonomi baru di daerah terpencil. Semua itu memberikan peran positif bagi terwujudnya ketahanan nasional sebagai landasan pembangunan nasional berkelanjutan. Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Achmad Fauzi, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan, Telp: (021) 570-5099, Fax: (021) 573-8732 (T.AD001/B/W001/W001) 11-09-2006 14:57:35
Copyright © ANTARA 2006