Peningkatan cadangan devisa memberikan penyangga terhadap tekanan mata uang ... berkontribusi dalam menjaga stabilitas rupiah dari tekanan eksternal,
Jakarta (ANTARA) - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed  belum lama ini memberikan sinyal dovish sehingga memperkuat ekspektasi pasar terhadap potensi pemangkasan Fed Funds Rate (FFR) ke depan. Hal itu disebabkan oleh data inflasi AS terbaru yang dirilis pada 11 Juli 2024 menunjukkan adanya penurunan.

Pada Juni 2024, inflasi AS tercatat sebesar 3 persen secara year on year (yoy), lebih rendah dari 3,3 persen (yoy) pada Mei 2024 dan mencapai titik terendahnya sejak Maret 2021, didorong turunnya harga bahan bakar minyak dan biaya sewa tempat tinggal. Rilis data inflasi AS secara umum mengindikasikan tekanan di perekonomian AS mulai mereda.

Angka inflasi bulanan AS juga mengalami deflasi sebesar 0,1 persen month to month (mtm) dan menjadi deflasi pertama sejak April 2020.

Ketua The Fed Jerome Powell memberikan indikasi bahwa The Fed semakin dekat untuk merasa nyaman mengenai pemangkasan suku bunga setelah melihat bukti penurunan inflasi.

Selain itu, ada kekhawatiran bahwa menahan suku bunga di tingkat yang terlalu tinggi untuk periode waktu yang terlalu lama dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi.

Sentimen tersebut meningkatkan selera risiko investor atau pelaku pasar terhadap aset berisiko sehingga meningkatkan arus modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dalam laporan analisisnya, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menilai sentimen mengenai sikap dovish The Fed memicu arus masuk modal ke pasar negara berkembang dan berkontribusi pada apresiasi rupiah sebesar 2,23 persen (mtm) antara pertengahan Juni dan pertengahan Juli.

Di tengah sinyal dovish The Fed, total arus modal portofolio ke pasar keuangan Indonesia meningkat hingga 1,06 miliar dolar AS dalam 3 pekan terakhir, dan mencatatkan akumulasi arus modal tertingginya sejak pertengahan April 2024.

Dari 1,06 miliar dolar AS tersebut, 0,74 miliar dolar AS masuk ke pasar saham dan 0,32 miliar dolar AS sisanya masuk ke instrumen obligasi.

Namun, arus modal ke instrumen obligasi lebih didominasi ke surat utang jangka panjang Pemerintah Indonesia, ditunjukkan dengan imbal hasil tenor 10 tahun surat utang Pemerintah yang turun dari 7,8 persen pada 19 Juni ke 7,02 persen pada 12 Juli.

Sebaliknya, imbal hasil surat utang Pemerintah tenor 1 tahun relatif stagnan dan tercatat sebesar 6,52 persen selama periode tersebut.

Relatif lebih rendahnya minat investor untuk membeli surat utang jangka pendek Pemerintah kemungkinan merefleksikan kekhawatiran investor akan kondisi perekonomian Indonesia di jangka pendek menyusul munculnya ketidakpastian terkait belanja publik pada tahun depan dan potensi menurunnya disiplin fiskal oleh Pemerintah mendatang.

Selanjutnya, arus modal masuk cenderung membawa dampak baik ke Indonesia dengan turunnya tekanan pada rupiah. Dengan indeks dolar AS (DXY) yang turun ke titik terendahnya selama 3 pekan terakhir, rupiah mengalami apresiasi yang cukup signifikan.

Rupiah saat ini tercatat sekitar Rp16.110 per dolar AS, menguat sekitar 2,23 persen dalam sebulan terakhir. Sejak awal tahun, rupiah tercatat melemah sebesar 4,65 persen year to date (ytd), termasuk peso Argentina, lira Turki, peso Filipina, dan baht Thailand.

Di sisi lain, Indonesia mencatatkan cadangan devisa yang meningkat sekitar 1,2 miliar dolar AS, dari 138,97 miliar dolar AS di Mei ke 130,18 miliar dolar AS di Juni 2024.

Peningkatan cadangan devisa tersebut memberikan penyangga terhadap tekanan mata uang sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam menjaga stabilitas rupiah dari tekanan eksternal.

Meningkatnya cadangan devisa dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah menyusul kebutuhan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah pada bulan lalu.

Dengan demikian, posisi cadangan devisa Indonesia pada Juni 2024 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta jauh lebih tinggi dari standar kecukupan internasional yaitu sebesar 3 bulan impor.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan peningkatan suku bunga global dibarengi dengan fluktuasi nilai tukar dapat mengakibatkan mahalnya biaya dana dari luar negeri bagi korporasi sehingga meningkatkan daya tarik kredit perbankan domestik bagi korporasi domestik.

Hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan kredit perbankan Indonesia, terutama untuk kredit produktif.

Pada Mei 2024, kredit perbankan tumbuh tinggi sebesar 12,15 persen secara year on year (yoy), didorong oleh pertumbuhan kredit di sebagian besar sektor ekonomi, terutama perdagangan, industri, dan jasa dunia usaha. Pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh kinerja korporasi dan rumah tangga yang baik.

Di samping itu, Bank Indonesia (BI) terus melakukan peningkatan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), dan surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder.

BI juga memperkuat strategi transaksi term-repo SBN dan swap valas yang kompetitif guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan.

Penguatan strategi operasi moneter propasar juga dilakukan BI untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, dengan cara memperkuat struktur suku bunga di pasar uang rupiah untuk menjaga daya tarik imbal hasil dan meningkatkan aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik guna mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

Instrumen operasi moneter berupa Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (Suvbi) juga dioptimalkan demi mendukung upaya pendalaman pasar uang dan menarik aliran masuk modal asing ke dalam negeri.

Hingga 14 Juni 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan Suvbi masing-masing tercatat sebesar Rp666,53 triliun, 2.301,50 j​uta dolar AS, dan 395 juta dolar AS.

Dengan demikian, diharapkan stabilitas rupiah dapat terus terjaga dan arus masuk modal asing ke dalam pasar keuangan domestik dapat terus mengalir dengan menjaga investasi dalam negeri tetap menarik dan mengoptimalkan instrumen operasi moneter.

Editor: Achmad Zaenal M
 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024