Kita kan mengedepankan kemanusiaan juga
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Pusat mendalami kasus petugas   pemutakhiran data pemilih (pantarlih) di Kecamatan Senen yang diganti ibunya ketika menjalankan tugas pencocokan dan penilaian (coklit) dikarenakan tengah menjalani perawatan di rumah sakit.
 
"Ternyata beberapa hari karena si Pantarlih yang kita lantik itu sakit, berinisiatif lah orang tuanya untuk menggantikan. Karena anaknya memang dirawat di rumah sakit, mungkin memang merasa ada tanggung jawab, orang tuanya lah jalan, ibunya," kata Ketua KPU Jakarta Pusat, Efni Adniansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
 
Efni menjelaskan setelah petugas pantarlih dilantik pada 24 Juni 2024 lalu, petugas tersebut mengalami gejala tipus sehingga perlu dirawat di rumah sakit selama lima hari.
 
Sementara itu, ibu petugas pantarlih ini berinisiatif menggantikan tugas anaknya selama dua hari. Namun, tindakan ibu pantarlih ini tidak dilaporkan ke tim teknis KPU Jakarta Pusat.
 
Kabar terbaru, pantarlih yang sakit itu dikabarkan sudah sehat dan telah bekerja kembali untuk menyelesaikan target coklit.
 
"Setelah kita tahu, ini kita bilang, tidak boleh gitu. Ya sudah tunggu yang bersangkutan sehat saja dulu. Ini kan sudah sehat. Ibunya ini menggantikan selama dua hari, pas anaknya sakit dirawat di rumah sakit, ucap Efni.
 
Lebih lanjut, Efni menyebut saat ini pihaknya masih mendalami peristiwa tersebut terkait data yang sudah tercoklit dan belum bisa menyebutkan inisial nama pantarlih yang menggunakan joki tersebut. Lalu, jika terbukti ada kesalahan, data tersebut akan dicoklit ulang.
 
"Kita kan mengedepankan kemanusiaan juga. Kecuali, dia memang dengan sengaja melakukannya (joki) dengan sadar dan dia tanpa ada halangan, dia alihkan itu tugasnya, itu baru kita berikan sanksi berat. Tapi, kalau memang dia sakit, ya mau bagaimana," jelas Efni.
 
Kemudian, terkait dengan dugaan kepada satu orang pantarlih lainnya yang disebutkan menggunakan joki ternyata tidak terbukti. Ada kesalahpahaman antara pantarlih tersebut dengan petugas bawaslu yang saat itu mengawasi.
 
"Jadi, ada salah paham. Pantarlih itu harusnya bawa tanda pengenal. Mungkin pada saat itu, PKD (pengawas kelurahan/desa) tidak melihat atau tidak menanyakan langsung. Jadi, terjadilah salah komunikasi," ujar Efni.
Baca juga: Demokrat DKI Jakarta laporkan komisioner KPU Jakut ke DKPP
Baca juga: KPU Jakbar lakukan coklit pada 1.448.622 warga setempat
Baca juga: KPU DKI sosialisasikan batas usia calon gubernur sesuai PKPU Nomor 8

Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024