Batam (ANTARA) - Di bawah cakrawala siang yang terik, tampak dari kejauhan gedung-gedung pencakar langit Singapura yang sedikit kabur di pandangan.

Kendati masih terpaut jarak yang jauh dari perbatasan Indonesia-Singapura, pemandangan beberapa gedung cukup menggambarkan kemajuan, sekaligus sibuknya perkotaan Singapura sebagai tujuan wisata dan bisnis.

Di atas dek kapal BC 20007 milik Patroli Laut Bea Cukai Batam yang mulai berlayar, para petugas tengah sibuk dengan posnya masing-masing. Sengatan Matahari tropis di kulit dibarengi embusan angin laut seakan tak dihiraukan.

Mereka lah benteng utama dalam menghalau ancaman penyelundupan barang-barang ilegal yang mencoba menembus Tanah Air.


Rentan penyelundupan

Kapal cepat bertipe BC20007 melaju cukup cepat mengitari perairan Selat Singapura. Suara mesin yang bergetar lembut menyatu dengan deru ombak yang menggulung kecil menciptakan irama yang menenangkan, sekaligus penuh kewaspadaan.

Patroli laut oleh petugas Bea Cukai menjadi rutinitas yang wajib dilakukan. Ada tiga kapal utama, salah satunya BC 20007 yang secara krunya bergiliran berpatroli di perairan perbatasan Indonesia-Singapura.

Salah satu petugas berpangkat nakhoda, Fatoni mengatakan, penjagaan di wilayah Batam memang masih perlu dilakukan dengan ketat. Pasalnya, Batam menjadi salah satu wilayah yang rentan menjadi sasaran para penyelundup untuk memasukkan barang-barang ilegal mereka ke Indonesia.

Dengan lokasinya yang strategis di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura, Batam telah lama menjadi salah satu titik panas untuk aktivitas penyelundupan
barang ilegal.
Pemandangan gedung-gedung Singapura dari perbatasan perairan, Batam, Kamis (27/6/2024) (ANTARA/Bayu Sapurta)

Batam terletak di jalur pelayaran internasional yang sangat sibuk. Kedekatannya dengan Singapura, yang merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di dunia, membuat Batam menjadi tempat transit yang ideal bagi penyelundup yang ingin memasukkan barang secara ilegal ke Indonesia atau sebaliknya.

Kemudian, faktor lain, yakni Batam dan sekitarnya terdiri dari ratusan pulau kecil yang tersebar di luasnya perairan.

Ketika pulau-pulau itu kurang terawasi dengan ketat, memberikan peluang bagi para penyelundup untuk menggunakan "pelabuhan tikus" atau pelabuhan yang tidak resmi. Jalur-jalur semacam ini sulit dideteksi oleh pihak berwenang.

Tidak hanya itu, volume perdagangan di kawasan perbatasan Indonesia-Singapura juga dinilai cukup tinggi.

Sebagai zona perdagangan bebas, Batam memiliki volume perdagangan yang tinggi. Banyaknya kapal yang keluar masuk pelabuhan memberikan kesempatan bagi penyelundup untuk memasukkan barang-barang ilegal, di antara lalu lintas barang yang sah.

Dengan semua faktor tersebut, Batam menjadi medan yang penuh tantangan bagi pihak berwenang dalam mengawasi dan menanggulangi aktivitas penyelundupan.
Anggota Patroli Laut Bea Cukai Batam Nakhoda Fatoni (kiri) dan Mualim I Andhika (kanan), Batam, Kamis (27/6/2024) (ANTARA/Bayu Sapurta)

Penyelundupan sabu-sabu

Selang satu jam berlayar, kapal BC 20007 bersandar sejenak di salah satu pulau kecil yang menjadi pos Patroli Laut Bea Cukai.

Di antara berbagai penyelundupan yang masuk melalui perairan Batam, narkoba menjadi salah satu yang paling diwaspadai oleh peronel patroli Bea Cukai itu.

Sebagai salah seorang nakhoda berpengalaman, Fatoni dan beberapa kru kapal BC 20007 pernah menorehkan sejarah dengan salah satu pencegahan masuknya narkoba terbesar ke Indonesia, yakni 1,6 ton sabu-sabu atau narkoba jenis methamphetamine.

Ia bercerita, kala itu tim patroli Bea Cukai mendapat panggilan mendadak untuk mengintai salah satu kapal yang dicurigai membawa narkoba. Informasi tersebut didapat dari salah satu informan Bea Cukai.

Dari informasi yang didapat, terdapat satu kapal ikan berwarna biru, dengan ciri-ciri terdapat aksara Mandarin dan terlihat mengangkut muatan.

Tanpa banyak persiapan, hanya berbekal delapan bungkus mi instan sebagai logistik, Fatoni dan tim segera berangkat menjalankan tugas.

"Kami mendapatkan panggilan mendadak untuk mengintai kapal yang sudah dipantau selama dua minggu. Dari Kepulauan Anambas hingga Natuna, pengintaian terus dilakukan," ujar Fatoni, mengenang.

Fatoni berangkat selepas Maghrib sampai jam satu malam, namun belum tampak kapal dengan ciri yang dimaksud.

Ketika hampir kembali untuk mengisi bahan bakar dan menambah ransum, satu kapal mencurigakan tersebut muncul.

Dengan insting tajam, Fatoni dan krunya memutuskan untuk memeriksa kapal tersebut. Meskipun tidak ada perlawanan, namun ketidakkooperatifan awak kapal dan kondisi pencahayaan yang kurang, membuat pemeriksaan menjadi tantangan dan perjuangan tersendiri.

Tim Patroli Bea Cukai Batam memerlukan kewaspadaan ekstra karena biasanya, kapal yang mengangkut narkoba dibekali senjata api, meskipun jarang yang digunakan.

Kapal tersebut kemudian ditarik ke Sekupang untuk pemeriksaan lebih lanjut. Di sinilah, dengan bantuan anjing pelacak alias K9, ditemukan 81 karung sabu-sabu yang tersembunyi di balik tumpukan tali. Diketahui kapal tersebut berasal dari Taiwan.


Tantangan

Setelah sekitar setengah jam beristirahat dan bercerita tentang penggagalan penyelundupan narkoba 1,6 ton, Fatoni dan tim kembali ke kapal BC 20007.

Di atas dek kapal, sambil menunjuk ke salah satu celah di antara beberapa pulau kecil, kru kapal patroli itu menunjukkan jalur-jalur seperti itu yang bisa digunakan para penyelundup untuk bersembunyi di malam hari.

Permasalahannya, banyak celah semacam itu yang tersebar di Kepulauan Riau dan dijadikan pelabuhan tidak resmi atau "pelabuhan tikus".

Wilayah Kepulauan Riau, terutama Batam, memang dikenal rawan penyelundupan karena banyaknya pelabuhan tikus yang sulit diawasi.

Berdasarkan data Bea Cukai Batam per Mei 2024 saja, terdapat 155 pelabuhan di wilayah pengawasan Bea Cukai Batam, dengan 12 pelabuhan resmi dan 143 lainnya merupakan pelabuhan tidak resmi.

Dari hasil pemetaan, Bea Cukai Batam telah mengklasifikasi pelabuhan tidak resmi itu ke dalam beberapa kategori, yakni 58 titik berisiko tinggi, 32 titik berisiko sedang, dan 53 titik berisiko rendah.

Untuk itu, dalam menghadapi tantangan ini, Bea Cukai Batam membentuk Tim Reaksi Cepat yang mampu bergerak dalam waktu 30 menit ke seluruh wilayah Batam.

Tim tersebut hanya terdiri dari beberapa orang, yang dapat segera dimobilisasi dalam waktu 30 menit harus sampai lokasi di seluruh wilayah Batam.

Rentannya wilayah Batam sebagai jalur penyelundupan barang ilegal perlu menjadi perhatian utama, namun di saat bersamaan, penjagaan perbatasan perairan Indonesia-Singapura sebenarnya tidak bisa hanya mengandalkan Patroli Laut Bea Cukai Batam saja. Perlu adanya kolaborasi yang lebih erat di antara instansi penegak hukum lainnya.

Hingga Mei 2024, Bea Cukai Batam melaporkan telah melaksanakan 233 penindakan terhadap barang ilegal dengan nilai barang yang mencapai Rp11,53 miliar.

233 penindakan tersebut terdiri atas 118 penindakan pengawasan rutin, 104 pengawasan laut, dan 11 pengawasan NPP (narkotika, psikotropika, dan prekursor) yang ditaksir dapat menyebabkan kerugian negara hingga Rp15,47 miliar.

Mayoritas penyelundupan yang dihalau Bea Cukai Batam merupakan tembakau tanpa bea cukai dan minuman beralkohol ilegal.
 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024