Jakarta (ANTARA) - Terapi sel punca (stem cell) selama ini belum menjadi terapi yang rutin dilakukan, namun terapi jenis ini memiliki banyak potensi sebagai pengobatan segala jenis penyakit di masa depan.

Pada manusia memiliki banyak sumber stem cell dalam tubuh, dan salah satu sumber yang banyak serta paling aman digunakan saat ini adalah stem cell dari tali pusat.

Di Indonesia sendiri, terapi stem cell termasuk dalam kategori penelitian berbasis pelayanan terapi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.032/MENKES/SK/II/2014, terdapat 11 rumah sakit yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI sebagai pusat pengembangan pelayanan medis, penelitian, dan pendidikan bank jaringan dan sel punca.

Rumah sakit tersebut di antaranya Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, RSUP dr Sardjito, Yogyakarta, RSUP dr. Soetomo, Surabaya, dan RSUP dr Kariadi, Semarang.

Salah satu penelitian menggunakan stem cell yang pernah dilakukan di Indonesia adalah untuk mengatasi acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang terjadi pada pasien dengan COVID-19.

Ahli kesehatan keluarga dr Meriana Virtin menjelaskan terapi stem cell kini tidak hanya diperuntukkan bagi kelainan darah atau kelainan sistem imun berat, melainkan juga untuk bidang regeneratif.

Fungsi regeneratif membuat stem cell berpotensi tinggi dalam perbaikan pada cedera, disfungsional, atau kerusakan organ tubuh.
Para ahli bidang kesehatan di seluruh dunia, kata Medical Advisor PT Cordlife Persada --salah satu bank penyimpanan darah tali pusat dan tali pusat yang beroperasi di Indonesia ini-- terus melakukan penelitian klinis terkait penggunaan stem cell dalam berbagai kondisi seperti stroke, cedera saraf spinal, cerebral palsy, radang sendi, gagal jantung, hingga luka bakar.

Pihaknya menjalin kerja sama dengan fasilitas pengolah stem cell yaitu Regenic, yang telah bersertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam hal ekspansi stem cell.

Proses ekspansi merupakan salah satu proses penting untuk memperoleh dan memperbanyak stem cell mesenkimal yang berkualitas, yaitu Regenic melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada kontaminasi bakteri dan endotoksin sehingga sel aman untuk diberikan ke pasien.


Standar minimal pelayanan

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah menyusun standar pelayanan minimal (SPM) layanan sel punca yang menjadi bagian dalam peraturan turunan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.

Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Kemenkes, dr Sunarto, M.Kes dalam agenda Uji Publik Peraturan Turunan Undang-Undang Kesehatan menyatakan bahwa standar pelayanan minimal (SPM) sel punca ini diatur supaya terapi ini bisa meningkatkan upaya penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup pasien.

Penyusunan SPM sel punca atau yang dikenal sebagai terapi berbasis sel bertujuan untuk meningkatkan upaya penyembuhan terhadap penyakit.

​​​​​​Penyusunan SPM dilakukan Kemenkes RI bersama lintas sektor terkait, seperti BPOM RI, kolegium kedokteran, hingga Komite Pengembangan Sel Punca yang diisi oleh para pakar kesehatan. Sel punca yang telah dikembangkan hampir 15 tahun di Indonesia hingga kini belum dilengkapi dengan standar pelayanan minimal (SPM).

Kemenkes telah menerima empat sampai lima SPM yang diusulkan oleh kolegium yang kemudian dilanjutkan pada proses pembuktian keamanan, efektivitas, dan efisiensi sebelum disahkan oleh Menteri Kesehatan RI.

Terapi sel punca pada prinsipnya adalah terapi berbasis sel yang hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit. Kemudian pelayanan ini berfungsi sebagai pemulihan kesehatan dan dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.

Menurut Sunarto terapi sel punca dapat dilakukan apabila terbukti keamanan dan khasiatnya. Kemudian prinsip selanjutnya adalah sel punca yang digunakan tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.


Tali pusat

Menurut Meriana Virtin tali pusat atau tali pusar mengandung stem cell, yang juga dikenal sebagai stem cell mesenkimal, yang berpotensi digunakan dalam terapi untuk penyakit degeneratif.

Stem cell mesenkimal merupakan jenis stem cell multipoten. Artinya, sel ini merupakan jenis sel yang dapat memperbaharui dirinya sendiri dan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel yang spesifik.

Misalnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa stem cell mesenkimal dapat berdiferensiasi menjadi osteoblas, kondrosit, adiposit, sel hepatik, dan neuron.

Stem cell mesenkimal memiliki efek imunosupresif (kemampuan menekan kerja sistem kekebalan tubuh) dan imunomodulator (kemampuan memodifikasi respons imun dengan mengaktifkan mekanisme pertahanan alamiah maupun adaptif.

Stem cell mesenkimal yang didapat dari tali pusat dianggap yang berusia paling muda karena sel tersebut diambil ketika bayi baru saja dilahirkan.
Kini, seiring dengan perkembangan teknologi, tali pusat dapat disimpan dalam jangka waktu lama di bank tali pusat. Dengan demikian tali pusat dapat digunakan untuk diri sendiri ataupun anggota keluarga yang memerlukan pengobatan di kemudian hari.

Stem cell mesenkimal diharapkan dapat menggantikan sel-sel yang rusak pada saat masuk ke dalam tubuh penerimanya.

Selain itu, stem cell mesenkimal juga memiliki kemampuan untuk melepaskan molekul yang dapat mempengaruhi sistem imun dan menciptakan lingkungan mikro yang berpotensi meregenerasi jaringan.

Orang tua dihimbau untuk mempertimbangkan dengan baik ketika memilih tempat penyimpanan tali pusat bayi mereka.

Pemilihan tempat penyimpanan tidak boleh sembarangan, sebaiknya dipilih yang secara konsisten menjaga kualitas sesuai dengan aturan Kemenkes, serta berstandar internasional, karena penyimpanan tali pusat ini bersifat jangka panjang.

Bagi calon orang tua khususnya, mereka perlu mulai memperhatikan dan mempelajari apakah mereka memiliki riwayat anggota keluarga dengan kondisi kesehatan atau penyakit berat, yang kondisinya berpotensi diobati dengan stem cell di masa depan. Jika iya, tentu penyimpanan tali pusat dari calon bayi mereka jadi sangat berarti.

Menurut dr. Cynthia Retna Sartika, M.Si dari Komite Pengembangan Sel Punca sel punca dalam dunia medis di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pedoman Penilaian Obat Berbasis Sel Manusia.

Dalam peraturan itu disebutkan bahwa sel punca itu masih termasuk obat. Karena termasuk obat, maka saat diproduksi secara massal itu harus mempunyai izin edar.

BPOM juga sedang mencermati secara rinci aturan turunan tersebut sebagai bahan pertimbangan mengingat sel punca tergolong sebagai produk berisiko tinggi berdasarkan konsensus internasional.

Inovasi terapi sel punca, sel, dan turunannya dalam pengobatan penyakit saat ini sangat menjanjikan karena beberapa penyakit dapat diobati dengan terapi ini antara lain peradangan sendi, jantung, gangguan syaraf, stroke, dan kanker.

Dari data United States Food and Drug Administration (US FDA), telah tersedia 32 Advanced Therapy Medicinal Products (ATMPs) atau produk obat terapi lanjutan yang mendapat persetujuan (approval), baik dalam bentuk sel punca (stem cell) atau sel terapi, namun harganya tergolong mahal dan aksesnya bagi masyarakat Indonesia juga tidak mudah.

Plt. Kepala BPOM L. Rizka Andalusia Advanced Therapy Medicinal Products (ATMPs) juga mengungkap dalam beberapa dekade ini, ATMPs telah berkembang pesat, terlihat dari data riset Global Market Estimates Research & Consultants pada tahun 2022.

Data itu menunjukkan pergeseran tren pengembangan obat ke arah produk biologi dan ATMP. Pasar ATMP diprediksi bertumbuh dari USD 9,37 miliar pada tahun 2022 menjadi USD 22,48 miliar pada tahun 2027.

Dengan adanya UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pemerintah mendukung perkembangan teknologi kesehatan menuju ketahanan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan di Indonesia.

BPOM juga ikut mendukung antara lain melalui pengembangan pedoman-pedoman yang terkait pengolahan sel punca, dukungan asistensi regulatori dalam bentuk kegiatan pelaksanaan diskusi dan konsultasi, peningkatan kompetensi personil, dan melakukan kegiatan asistensi onsite untuk bisa memberikan masukan perbaikan sesuai ketentuan cara pembuatan obat yang baik (CPOB).

Selanjutnya, untuk percepatan penggunaan fasilitas, BPOM akan mengawal proses perolehan sertifikasi CPOB.

Dalam mengawal pengembangan sel punca ini, diperlukan juga kerja sama pemerintah, swasta dan peneliti sel punca agar produk tersebut bisa menjadi teknologi baru dalam dunia kesehatan di Indonesia.

Harapannya, terapi sel punca ini bisa terus berkembang dan juga mempunyai standar yang sama dengan standar internasional, sehingga dapat diakui dalam tatanan pelayanan kesehatan konvensional.
 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024