Basel, Swiss (ANTARA News) - Bank for International Settlements (BIS-Bank Sentral Global) mengatakan, Senin, bank-bank sentral Asia yang telah melakukan intervensi untuk membatasi penguatan mata uangnya kemungkinan akan dipaksa untuk menaikkan suku bunganya atau membiarkan mata uangnya menguat, sehubungan dengan berkembangnya tekanan inflasi. Bank-bank sentral dalam beberapa tahun terakhir ini dapat menjaga suku bunganya rendah melalui intervensi pasar valuta asing dalam skala besar, karena faktor strukturnya lain seperti meningkatnya daya saing dan kelebihan kapasitas dari tekanan inflasi yang terbatas. Tetapi, situasi ini kemungkinan berakhir, kata BIS dalam sebuah pernyataannya, seperti dilaporkan XFN-Asia. "Perhatian terhadap struktur tersebut akan menyusut atau berakhir oleh meluapnya tekanan inflasi yang timbul dari kondisi ekspansi moneter," katanya dalam kajian kuartalan terakhirnya. "Pertumbuhan sejak 2002 telah terkikis kelebihan kapasitas ekonomi global, dan harga komoditi yang telah meningkat kuat di seluruh dunia. Dalam beberapa keadaan, bank sentral dapat menaikkan tingkat suku bunganya atau mengijinkan mata uang mereka menguat lebih cepat dari sebelumnya," katanya. Skala intervensi dalam beberapa tahun terakhir yang belum pernah terjadi sebelumnya, telah menghasilkan akumulasi cadangan pada tingkat 250 miliar dolar AS se tahun di pasar-pasar ekonomi berkembang antara 2000 dan 2005. Ini mencerminkan 3,5 persen dari gabungan PDB mereka, kata BIS. Akumulasi cadangan telah meningkat pesat terutama di China, Korea Selatan, India, Malaysia, Taiwan dan Rusia, katanya. Intervensi bertujuan menutup beberapa tekanan pada mata uang negara-negara tersebut mengakibatkan suplus transaksi berjalan mereka membesar. Karena pasokan uang domestik meningkat ketika sebuah negara menjual mata uang dalam intervensi, ini biasanya akan mendorong tambahan tekanan inflasi. Tetapi tekanan ini dapat ditutup jika intervensi otoritas moneter "steril" dengan menerbitkan sekuritas untuk untuk membersihkan hasil ekstra likuiditas. Namun dalam beberapa kasus bank sentral, intervensi yang dilakukan tidak sepenuhnya steril, kata BIS. Di India, Korea Selatan, Malaysia, Singapura dan Taiwan, dari intervensi antara Januari 2000 hingga Mei Juni, antara 85 dan 95 persen steril, di atas 70 persen di China dan 60 persen di Rusia, katanya. "Banyak bank sentral dapat menggunakan akumulasi cadangannya untuk ekspansi basis moneternya guna mendukung pilihan mereka terhadap kebijakan moneter yang lebih akomodatif," kata BIS. (*)
Copyright © ANTARA 2006