Sebenarnya DPR punya renstra itu menarik, tapi renstra dalam ruang politik itu nisbi dan renstra DPR itu bisa berhenti pada dokumen,"

Surabaya (ANTARA News) - Akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menyarankan DPR untuk membangun kepercayaan rakyat sebagai strategi prioritas, karena rencana strategi (renstra) DPR yang bersifat jangka panjang itu tidak realistis.

"Sebenarnya DPR punya renstra itu menarik, tapi renstra dalam ruang politik itu nisbi dan renstra DPR itu bisa berhenti pada dokumen," kata pakar politik Unair Priyatmoko MA di hadapan belasan anggota BURT DPR RI di Kantor Manajemen Unair Surabaya, Selasa.

Dalam pembahasan "Review Renstra DPR RI 2010--2014" yang dipimpin Dekan Fisip Unair I Basis Susilo MA itu, ia menjelaskan tidak tercapainya renstra dalam fungsi legislasi, bahkan 50 persen pun tidak, adalah salah satu contoh.

"Artinya, renstra yang dibuat secara rasional dengan target-target kuantitatif itu sulit tercapai dalam ruang politik, karena itu sebaiknya DPR menentukan prioritas saja dalam renstranya, karena hal itu lebih realistis, misalnya upaya membangun kepercayaan," katanya.

Menurut dia, upaya membangun kepercayaan bagi DPR itu penting, karena DPR itu wakil rakyat yang mengelola harapan (harapan rakyat), sehingga jika DPR dipercaya rakyatnya, maka rakyat akan setia kepada anggota DPR, karena ada rasa memiliki.

"Kalau rakyat percaya, maka kekurangan DPR akan mudah dimaklumi, misalnya Bu Risma (Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, red.) yang bekerja sungguh-sungguh untuk rakyatnya, sehingga Bu Risma dipercaya dan dibela, sehingga siapapun yang mengganggu pasti akan dihadapi," katanya.

Selain itu, ia menyarankan DPR sebagai wakil rakyat yang "formal" hendaknya mengembangkan komunikasi dan sinergi dengan wakil rakyat yang tidak formal, di antaranya pegiat LSM, wartawan, dan mahasiswa.

"Jadi, renstra DPR itu yang sederhana dan praktis saja, yang penting membangun kepercayaan dan membangun sinergi atau komunikasi dengan kalangan lain," katanya.

Senada dengan itu, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Unair Surabaya Prof Dr Soegeng Soetedjo SE Ak mengatakan renstra yang tidak terlaksana itu bukan berarti pelaksana renstranya jelek.

"Bisa saja, renstra tidak tercapai, karena target capaian terlalu tinggi, jadi tidak selalu karena kualitas yang rendah," katanya.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyarankan DPR itu mempunyai hak interpretasi, misalnya UU BUMN dan UU BPK yang berbeda dalam menentukan auditor, maka perlu ada "interpretasi" dari DPR agar konflik tidak berlarut-larut.(*)

Pewarta: Edy M Yakub
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014