Helsinki (ANTARA News) - Presiden Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso, di Helsinki, Finlandia, Minggu, menanyakan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang perkembangan pengungkapan kasus kematian Munir, yang tewas di pesawat Garuda Indonesia dalam perjalanan Jakarta-Amsterdam pada 2004. Hal itu diungkapkan Juru Bicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal, di Helsinki, Minggu, ketika memaparkan isi pembicaran bilateral antara Barroso dan Yudhoyono yang dilakukan di sela-sela KTT ke-6 ASEM di Helsinki pada 10-11 September. Menurut Jubir, masalah kematian Munir merupakan salah satu topik yang dibahas oleh kedua pemimpin, namun tidak secara panjang lebar. "(Terhadap pertanyaan tersebut) Presiden menyatakan bahwa pemerintah bertekad untuk menuntaskannya," kata Dino singkat, tentang jawaban yang diberikan Yudhoyono terhadap pertanyaan Barroso. Munir, tokoh HAM yang pada masa terakhir hidupnya menjabat sebagai Direktur Eksekutif lembaga pemantau HAM, Imparsial, meninggal pada 17 September 2004 di dalam pesawat Garuda GA-974 yang tinggal landas dari Singapura. Pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto merupakan sosok yang oleh pengadilan dianggap bersalah membunuh Munir dan pada 20 Desember 2005 dijatuhi vonis hukuman penjara selama 14 tahun. Namun banyak pihak, terutama isteri Munir, Suciwati, dan para pejuang HAM percaya bahwa Pollycarpus hanya sebagai `tumbal` dan bahwa ada pihak di belakang Pollycarpus yang bertanggung jawab atas kematian Munir. Presiden Yudhoyono sendiri membentuk tim investigasi independen untuk mengungkap kasus tersebut, namun laporan tim belum diungkapkan kepada publik. Aceh dan Timor Leste Selain menanyakan kasus Munir, Barroso dan Presiden Yudhoyono membicarakan berbagai topik lainnya, termasuk perkembangan situasi di Aceh pasca penandatangan kesepakatan damai di Helsinki pada 15 Agustus 2005. Tentang Aceh, ungkap Dino, Barroso mengatakan bahwa Komisi Eropa siap membantu Pemilu lokal yang akan diadakan di Aceh, kemungkinan besar dalam bentuk mengirim pemantau Pemilu. Barroso juga menyatakan apresiasinya terhadap peran Indonesia yang disebutnya memiliki `posisi konstruktif` dalam isu Timor Leste, bekas propinsi Indonesia yang melepaskan diri dan kemudian menjadi sebuah negara berdaulat. Yudhoyono dalam kesempatan tersebut juga menjelaskan mengenai persiapan Indonesia mengirimkan pasukan perdamaian ke Lebanon. Tidak hanya dengan Barroso, pada Minggu, Yudhoyono juga mengadakan pertemuan bilateral dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel. Pemimpin Indonesia dan Jerman itu, menurut Dino, membahas antara lain `debt swap`, pendidikan, lingkungan, perkembangan di Aceh, serta hal-hal yang berkembang di dunia Islam. Pada Senin (11/9), Presiden juga akan melakukan pertemuan dengan PM Spanyol, Jose Luis Rodriguez Zapatero, dan Presiden Perancis, Jacques Chirac. Dino belum bersedia mengungkapkan agenda yang akan dibahas dalam pertemuan Yudhoyono dengan Zapatero. Namun ia memastikan bahwa pertemuan Yudhoyono-Chirac akan membicarakan berbagai aspek menyangkut gelar pasukan perdamaian PBB di Lebanon. Perancis akan memimpin pasukan perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) berkekuatan 15.000 personil militer dari berbagai negara. Indonesia telah diundang PBB untuk berpartisipasi dalam UNIFIL dan Indonesia telah menyiapkan 1.000 anggota pasukan yang akan dikirimkan ke Lebanon secara bertahap pada 20 September dan 28 September. Dalam kesempatan pertemuan mereka, Presiden Yudhoyono dan Presiden Chirac diperkirakan juga akan membahas soal pembelian oleh Indonesia sebanyak 32 panser angkut personel VAB dari Perancis yang akan langsung dikirimkan ke Lebanon. Namun Dino tidak memberikan keterangan tentang hal itu. (*)
Copyright © ANTARA 2006