"Harusnya nanas ini dipanen dua minggu mendatang. Tapi kalau tidak dipanen, saya rugi lebih banyak," kata Pujiono, petani nanas ketika dijumpai ANTARA News di jalan utama menuju lokasi wisata Taman Gunung Kelud Kabupaten Kediri, Selasa.
Pujiono mengatakan lebih dari 20 hektare kebun nanas di lereng Gunung Kelud yang masuk wilayah Kabupaten Kediri rusak.
"Daunnya hancur seperti terbakar. Kalau masih bisa berbuah, panennya mundur hingga enam bulang mendatang. Itu pun jika tidak ada letusan gunung lagi," kata Pujiono.
Kebun nanas yang telah rusak, menurut Pujiono, dapat diketahui kemungkinan panennya satu bulan berikutnya.
"Kebun yang paling parah terkena pasir di radius lima hingga enam kilometer dari kawah Gunung Kelud," kata Pujiono.
Pujiono mengatakan kebun nanas yang telah rusak akibat material vulkanik harus dipupuk dan diberi obat-obat pertanian jika masih mungkin untuk dipanen.
"Pada kondisi normal, panen saya mencapai 10 truk dan satu truk bernilai Rp10 juta. Modal untuk satu hektar Rp50 juta," kata Pujiono.
Senada dengan Pujiono, petani cabai di Desa Kebonrejo Kecamatan Kepung juga mengalami gagal panen akibat pasir vulkanik yang menutupi tanaman.
"Saya tanam cabai rawit dan cabai merah pada akhir 2013. Sekarang waktunya panen, tapi belum sempat dipanen," kata Kuswari, petani cabai di Desa Kebonrejo.
Kuswari mengaku luas kebun cabainya mencapai 1,25 hektare dengan perkiraan panen mencapai 15 ton.
"Harga cabai saat ini juga sedang bagus mencapai Rp20 ribu per kilogram," kata Kuswari.
Namun, Kuswari juga harus membayar sewa lahan yang mencapai Rp7 juta hingga Rp9 juta setiap 0,25 hektare lahan.
"Uang modal yang saya pakai itu pinjaman dan saya harus mengembalikannya," kata Kuswari.
Pemeritah Kabupaten Kediri, hingga Selasa (18/2), belum mendata pasti kerugian pertanian dan perkebunan akibat letusan Gunung Kelud.
"Kerusakan kami hitung, tapi untuk sekarang kami mengutamakan pengaturan logistik," kata Pelaksana Tugas Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Kediri, Edhi Purwanto.
Pewarta: Imam Santoso
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014