Pemerintah daerah juga terkesan masih `gagap` dalam penanganan bencana erupsi gunung berapi Sinabung dan Kelud, terutama fase tanggap darurat,"
Yogyakarta (ANTARA News) - Manajemen bencana gunung berapi sebelum terjadi letusan perlu diperbaiki terutama terkait dengan kesiagaan dan kepatuhan masyarakat, kata Ketua Magister Manajemen Bencana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sudibyakto.
"Sistem informasi peringatan dini bencana gunung berapi sebelum meletus sudah berjalan baik tetapi kurang disosialisasikan dan masih kurangnya infrastruktur pendukung," kata Guru Besar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu di Yogyakarta, Senin.
Selain itu, kata dia, pengalaman di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menunjukkan struktur Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) belum terbentuk dan aspek pendanaan sangat lemah.
"Pemerintah daerah juga terkesan masih gagap dalam penanganan bencana erupsi gunung berapi Sinabung dan Kelud, terutama fase tanggap darurat," kata mantan Kepala Pusat Studi Bencana Alam UGM itu.
Oleh karena itu, menurut dia, ke depan perlu disiapkan divisi perencanaan, operasi logistik, dan keuangan. Aspek yang juga penting adalah integrasi manajemen bencana berbasis masyarakat dengan didukung database kependudukan daerah rawan bencana.
Peneliti Pusat Studi Bencana Alam UGM Junun Sartohadi mengatakan bahwa salah satu dampak yang perlu dikhawatirkan pascaerupsi Gunung Kelud di Jawa Timur adalah potensi turunnya banjir lahar dingin.
Menurut dia, hal itu disebabkan sebanyak 18 sungai yang berhulu di lereng atas Gunung Kelud berpotensi terhadap bahaya sekunder lahar, yakni terdapat 28 desa terlewati oleh sungai-sungai tersebut.
"Dari 28 desa yang terlewati sungai-sungai tersebut hanya terdapat delapan desa yang sudah dilengkapi dengan bangunan pengendali sedimen untuk mengantisipasi lahar dan sisanya tidak dilengkapi sabo dam," katanya.
(B015/D007)
Pewarta: Bambang S Hadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014