"Pencabutan pembatasan ini menyebabkan harga sewa melonjak, menambah tekanan pada rumah tangga yang sudah menghadapi tingginya biaya hidup..."

Ankara (ANTARA) - Sevket Benli, seorang warga Ankara, ibu kota Turki, sebelumnya terlindungi dari kenaikan harga sewa tempat tinggal yang tinggi selama dua tahun terakhir lantaran adanya pembatasan kenaikan tarif sewa oleh pemerintah. Namun, dengan dicabutnya pembatasan ini pada Juli, kini ia menghadapi situasi yang sulit.

"Pemilik properti saya telah memberi tahu bahwa dia ingin menaikkan harga sewa setidaknya 50 persen pada September ketika perjanjian sewa saya berakhir. Tetapi saya tidak mampu membayarnya," ujar kepala teknisi listrik tersebut kepada Xinhua.

Benli saat ini membayar 8.000 lira Turki (Rp3,9 juta) setiap bulan untuk sebuah apartemen dua kamar tidur di kawasan permukiman sederhana. Pemilik apartemennya telah meminta kenaikan menjadi 13.000 lira (Rp6,3 juta) mulai September, dan mengancam akan mengusirnya jika tidak sanggup membayar.

Penghasilan Benli sedikit di atas upah bulanan minimum negara itu yang sebesar 17.000 lira. "Jika saya membayar sesuai permintaan pemilik apartemen, kami akan kelaparan," keluhnya.

Gaye Yalcin, seorang agen real estat dari Ankara, mengatakan perumahan yang terjangkau menjadi sesuatu yang sulit bagi rumah tangga karena tingginya inflasi di kota-kota besar.

Pada akhir Juni, Menteri Keuangan dan Perbendaharaan Turki Mehmet Simsek mengumumkan pencabutan pembatasan kenaikan harga sewa yang berlaku efektif pada 1 Juli, mengutip perkiraan penurunan inflasi yang akan memberikan keringanan bagi konsumen.

Pembatasan tersebut, yang diberlakukan pada Juni 2022, menetapkan batas atas kenaikan sewa tahunan sebesar 25 persen sebagai upaya untuk mengurangi tekanan inflasi pada rumah tangga.

Menurut data resmi, inflasi melambat untuk pertama kalinya dalam delapan bulan pada Juni, turun menjadi 71,6 persen dari 75,45 persen pada bulan sebelumnya, menandakan potensi tren penurunan untuk inflasi tak terkendali di negara tersebut.

"Pencabutan pembatasan ini menyebabkan harga sewa melonjak, menambah tekanan pada rumah tangga yang sudah menghadapi tingginya biaya hidup," tegasnya.

Yalcin menyebut bahwa rata-rata harga sewa di Ankara mencapai 17.000 lira, dan sulit bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah untuk menemukan rumah sewa yang layak.

"Kita perlu melihat bagaimana pasar akan bereaksi terhadap perubahan baru ini, yang akan memengaruhi sektor perumahan sewa secara keseluruhan," tambah agen real estat itu.

Hakan Akcam, Ketua Kamar Agen Real Estat Ankara (Ankara Chamber of Realtors), mengatakan mereka telah menerima banyak telepon dari para penyewa yang mengeluhkan kenaikan harga sewa yang terlalu tinggi oleh pemilik properti, sebuah tren yang kemungkinan akan terus berlanjut dengan kedatangan mahasiswa baru dan pegawai negeri sipil di kota-kota.

Sebaliknya, pemilik properti seperti Murat Gokturk, yang mengandalkan pendapatan sewa dari satu properti, menyambut baik penghapusan pembatasan tersebut. Gokturk, yang membeli sebuah apartemen lima tahun lalu untuk meningkatkan keuangannya di masa pensiun, menghadapi kemunduran akibat inflasi dan pembatasan harga sewa.

Dalam dua tahun terakhir, sejumlah besar sengketa hukum telah dimulai oleh penyewa terhadap pemilik properti yang menolak mematuhi pembatasan kenaikan harga sewa.

"Kami kini terlibat dalam sengketa hukum karena pembatasan ini. Uang yang saya habiskan untuk membayar pengacara lebih banyak daripada uang yang saya dapatkan dari penyewaan properti," katanya kepada Xinhua.

Dia memperkirakan penyewanya akan mengosongkan apartemen per akhir tahun ini dan bermaksud untuk menyewakan apartemen tersebut dengan "harga yang lebih realistis," sejalan dengan kondisi pasar.

Gokturk menambahkan bahwa bagi pemilik properti, batas kenaikan sewa sebesar 25 persen merupakan pembatasan yang "tidak adil," mengingat melonjaknya harga sewa di seluruh Turki.

Kini, penghapusan pembatasan harga sewa telah memicu gelombang konflik hukum lainnya antara penyewa dan pemilik properti. Proses pengusiran biasanya memakan waktu beberapa bulan dan mungkin melibatkan proses banding selanjutnya, seperti dilansir media setempat.

Pertengkaran yang disertai kekerasan antara penyewa dan pemilik properti terkadang mengakibatkan luka fatal dan penangkapan di beberapa kota, termasuk Ankara dan Istanbul, kota terbesar di Turki.

Pewarta: Xinhua
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024