Nanchang (ANTARA) - Gunung Lushan, sebuah situs Warisan Dunia UNESCO di Provinsi Jiangxi, China timur, menawarkan tiket masuk gratis bagi para pelajar yang berhasil membacakan mahakarya Li Bai yang terdiri dari 200 karakter, berjudul "Balada Gunung Lushan".
Hingga Kamis (11/7), lebih dari 480 wisatawan telah berhasil melakukan tantangan tersebut dan mendapatkan tiket gratis, yang normalnya dibanderol dengan harga 160 yuan (1 yuan = Rp2.228), berkat penyair terkenal dari era Dinasti Tang (618-907) itu.
"Gunung Lushan menjulang di dekat Bintang Biduk Selatan. Bagaikan layar yang menembus awan sutra. Bayangannya terpantul di danau dengan kilauan hijau. Dua barisnya bak gerbang raksasa di atas tanah," demikian syair "Balada Gunung Lushan" berbunyi.
"Pemandangan yang digambarkan oleh Li Bai tidak hanya ada dalam buku. Rasanya seolah-olah saya sedang berdiri di sampingnya, mengagumi keindahan Lushan bersama-sama," kata wisatawan berusia 21 tahun bermarga Liu, yang juga merupakan seorang mahasiswa pascasarjana dari Provinsi Zhejiang, China timur.
Liu berhasil menyelesaikan pembacaan puisi itu dalam waktu kurang dari dua menit, dengan hanya dua kesalahan.
"Saya memanfaatkan setiap kesempatan untuk berlatih sebelum tiba di sini, baik di kereta cepat maupun di dalam taksi," ujar Liu.
Inisiatif yang menarik itu merupakan bagian dari kampanye yang baru-baru ini diluncurkan oleh Jiangxi, yang memungkinkan para pelajar dari seluruh dunia untuk mendapatkan tiket masuk gratis atau dengan potongan harga ke tempat-tempat wisata di provinsi itu dengan membacakan puisi atau karya klasik lainnya yang telah ditentukan.
Sebanyak 123 objek wisata di Jiangxi telah bergabung dalam kampanye pembacaan puisi ini, yang berlangsung mulai 15 Juni 2024 hingga 28 Februari 2025.
Jiangxi berniat memanfaatkan budaya tradisional China, yang diwakili oleh puisi, untuk menarik pengunjung dan memperkaya pengalaman perjalanan mereka, jelas Kuang Kai, seorang pejabat dari departemen kebudayaan dan pariwisata provinsi tersebut.
"Jiangxi sudah lama menjadi tanah yang kaya warisan puitis, dengan banyak penyair yang mewariskan ribuan syair selama berabad-abad. Pemilihan puisi-puisi itu disesuaikan untuk mencerminkan karakteristik budaya dan pariwisata yang unik dari setiap kota dan objek wisata," kata Kuang.
Semakin banyak objek wisata di China kini mengejar pengembangan jangka panjang dengan memanfaatkan kekayaan budaya. Pada paruh pertama tahun ini, lebih dari 32.000 wisatawan mendapatkan tiket gratis ke Paviliun Tengwang di Jiangxi dengan membacakan puisi "Pengantar ke Paviliun Tengwang" karya Wang Bo, seorang penyair dari era Dinasti Tang.
Di Qufu, Provinsi Shandong, tempat kelahiran filsuf terkemuka China Konfusius, pengunjung dapat menikmati tiket masuk gratis ke banyak situs bersejarah setelah menyelesaikan tes yang berhubungan dengan teks filosofis "Kumpulan Kutipan Filosofi Konfusius".
Mempelajari sastra klasik China menjadi tren yang populer di negara tersebut.
Kompetisi Puisi China yang ditayangkan di televisi, yang merupakan simbol dari kampanye itu, telah memikat para penonton selama bertahun-tahun. Para peserta dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari ilmuwan, pelajar, petugas pengantar barang, petugas polisi, hingga pilot, memamerkan pengetahuan dan kecintaan mereka terhadap puisi klasik.
"Puisi klasik adalah gen budaya yang tertanam jauh di dalam darah masyarakat China. Karya-karya ini tidak hanya hidup sampai saat ini, tetapi juga terus memperkaya kehidupan spiritual masyarakat kontemporer dengan vitalitasnya yang abadi," kata Peng Min, seorang editor yang memenangkan Kompetisi Puisi China edisi kelima. "
Dalam sebuah wawancara dengan Xinhua, profesor di Universitas Peking Zhang Yiwu mengungkapkan keyakinannya bahwa kegiatan pembacaan puisi dapat mendorong para pengunjung, terutama kaum muda, untuk lebih mengapresiasi karya-karya klasik tradisional.
"Penghidupan kita telah meningkat secara signifikan, memungkinkan orang-orang untuk mengejar tujuan spiritual yang lebih tinggi," ujar Zhang.
Sambil berdiri di puncak Gunung Lushan dan menikmati pemandangan di sekitarnya, Liu bertanya-tanya apakah lebih dari 1.000 tahun yang lalu Li Bai juga mengalami hal yang sama, mendaki gunung di tengah hujan rintik-rintik dan mengagumi pemandangannya.
"Puisi selalu memberikan saya inspirasi yang tak terbatas untuk berani menjelajah dan bersemangat untuk benar-benar menjalani kehidupan," kata Liu.
Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024