Beijing (ANTARA) - Sekitar 20 anak kelas tiga Sekolah Dasar 02 Kota Nyingchi tampak teratur menari tarian tradisional "Gongbu".

Awalnya mereka membentuk lingkaran besar, kemudian membagi dua lingkaran lebih kecil, satu lingkaran laki-laki di satu sisi dan selanjutnya lingkaran perempuan di sisi lain. Kemudian "Bo Ben", yaitu penari utama, berdiri di baris depan setiap kelompok.

Selama pertunjukan, kelompok laki-laki dan perempuan bergantian menyanyi dan menari, baik dengan ritme lambat maupun cepat. Irama lambat melibatkan nyanyian tanpa tarian, sedangkan ritme cepat terdiri atas nyanyian dan tarian panggilan antara laki-laki dan perempuan.

Gerakan dasarnya adalah melangkah maju, mengayunkan tangan, lompatan kecil, langkah menghentak, menopang telapak tangan dengan miring, menendang dan mengibarkan bendera mengikuti angin.

Diiringi lagu tradisional yang berasal dari video, anak laki-laki menari mengenakan topi "jia xiabo duo", jubah Tibet "gu xiu", sepatu bot tinggi "suo ba", sedangkan anak perempuan mengenakan topi kecil "suo linxiamu", jubah tanpa lengan "gu xiu , ikat pinggang dekoratif "qia guo", sepatu bot wanita "suo ba".

Sebelum kelompok anak itu menari "Gongbu", delapan anak laki-laki juga memainkan instrumen "zhamu nian", yaitu kecapi enam senar sambil menyanyikan "folk song" setempat.

Seluruh pertunjukan tersebut berlangsung di ruang pertemuan berbentuk teater yang luas.

"Ada kelas budaya Tibet sekali seminggu," kata salah seorang guru sekolah tersebut, Wangdui.

SD Nyingchi No 02 adalah sekolah yang didirikan pada 1971 di area seluas 39.800 meter persegi dengan luas bangunan 12.362 meter persegi.

Suasana pelajaran olahraga di Sekolah Dasar 02 Kota Nyingchi, Daerah Otonom Xizang, China, pada Jumat (5/7/2024). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Sekolah itu memiliki lebih dari 1980 murid dan 153 guru. Dari jumlah guru tersebut, 22 orang adalah guru bahasa dan budaya Tibet.

Sekolah tersebut juga memiliki 45 ruang kelas, empat laboratorium, 60 ruang multimedia, tiga lapangan olahraga, tiga ruang pertemuan multifungsi, satu ruang rekaman dan penyiaran, satu kantin dan satu perpustakaan, dengan lebih dari 35.000 koleksi buku.

"Saya sudah menjadi guru bahasa Tibet sejak 24 tahun, karena negara melihat perlunya para murid untuk belajar budaya Tibet. Saya senang mengajarkan anak-anak kaligrafi Tibet, apalagi di sekolah juga tersedia kertas dan tinta untuk berlatih, dulu fasilitas seperti ini tidak ada," kata Longduo, guru bahasa Tibet.


Tibet adalah Xizang

Sekolah Dasar 02 Kota Nyingchi berada di Daerah Otonom Xizang atau lebih dikenal oleh masyarakat global sebagai Tibet.

Pemerintah Pusat China menggunakan nama "Xizang" dan bukan "Tibet" untuk merujuk wilayah geografis Daerah Otonomi Xijang yang dikenal sebagai "Tibet" oleh Barat. "Tibet" sendiri mengakar pada nama "Tubo", yaitu rezim yang berkuasa pada abad ke-9 dengan wilayah terfragmentasi dari beberapa suku. Pada abad ke-13, Dinasti Yuan menguasai wilayah tersebut.

Namun, pemerintah China menyebut Dalai Lama ke-14 mengklaim bahwa kawasan "Tibet" mencakup Daerah Otonomi Xijang, Qinghai, serta sebagian Sichuan, Gansu, Yunnan, dan Xinjiang, sehingga pemerintah China menegaskan tidak pernah ada yang disebut "Tibet Besar", seperti yang diklaim oleh Dalai Lama.

"Dulu kami menggunakan nama 'Tibet' yang kemudian juga diterjemahkan ke bahasa Inggris, tetapi kemudian kami menemukan bahwa maknanya dalam bahasa Mandarin tidak tepat, sehingga kami menggunakan 'Xizang' untuk menunjukkan wilayah administratif Daerah Otonom Tibet," kata Deputi Direktur Jenderal Kantor Urusan Luar Negeri Daerah Otonom Xizang Chen Feng.

Menurut Chen Feng, Suku Tibet mendiami berbagai provinsi, seperti provinsi Gansu, Sichuan, Qinghai, hingga Yunnan. Di wilayah tersebut juga tampak peninggalan-peninggalan budaya Tibet.

Agar pembagian wilayah administratif lebih akurat dan menghindari kesalahpahaman, termasuk saat menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Chen menyebut Xizang memiliki arti yang lebih tepat dalam Bahasa Mandarin.

"Sekarang kami mengubah nama 'Tibet' menjadi Xizang dalam forum-forum resmi, namun sejumlah tempat tetap menggunakan kata 'Tibet', misalnya Universitas Tibet, Museum Tibet," ungkap Chen.

Dengan mendapat kewenangan "daerah otonom", Chen menyebut pemerintah daerah Xizang mempunyai hak khusus, termasuk dengan mengembangkan budaya dari suku-suku di wilayah tersebut.

"Daerah otonom" sendiri di China diberikan kepada wilayah administratif yang ditempati oleh suku-suku minoritas, seperti Daerah Otonom Uyghur Xinjiang dan Xizang.

Dari sejumlah literatur disebutkan pada zaman dahulu Xizang dikenal sebagai Bo. Pada masa Dinasti Tang (618-907) dan Dinasti Song (960-1279), namanya diubah menjadi Tubo. Pada masa pemerintahan Kaisar Qing Kangxi (1661-1722) wilayah Tubo dikenal sebagai Xizang.

Temuan arkeologis menunjukkan bukti aktivitas manusia di Xizang sejak 4.000 tahun yang lalu. Selama berabad-abad, suku-suku kecil ini secara bertahap bergabung menjadi beberapa kelompok dan aliansi.

Pada abad ke-7 Masehi, Kaisar Songtsen Gambo dari Yarlung menyatukan suku-suku di dataran tinggi dan mendirikan rezim Tubo. Pernikahannya dengan Putri Wencheng dari Dinasti Tang menghasilkan aliansi yang memfasilitasi pertukaran politik, ekonomi dan budaya antara Xizang dan Dinasti Tang.

Pekerja membuat kerajinan kain dari benang wol di Lhoka Woolen Clothing Co., Ltd, kota Lhoka, Daerah Otonom Xizang, China pada Jumat (5/7/2024) (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Rezim Kekhanan Mongol menyatukan China dan mendirikan Dinasti Yuan pada 1279. Xizang menjadi wilayah administratif yang langsung berada di bawah pemerintahan Dinasti Yuan. Sejak itu, China telah mengalami beberapa kali pergantian dinasti, namun Xizang, kata pemerintah China, tetap berada di bawah yurisdiksi pemerintah pusat China.

Setelah berdirinya Dinasti Qing (1644-1911) yang memperkuat pemerintahan Xizang. Pemerintah pusat Dinasti Qing memberikan gelar Dalai Lama (pemimpin agama tertinggi) dan Panchen Erdeni (pemimpin agama kedua tertinggi di Tibet) kepada Dalai Lama kelima dan Panchen Lama kelima, masing-masing pada 1653 dan 1713, yang secara resmi menetapkan posisi politik dan agama mereka di Xizang.

Revolusi tahun 1911 menggulingkan Dinasti Qing dan pada 1912, Republik China (1912-1949) didirikan.

Setelah pembentukan Pemerintahan Sementara Republik China di Nanjing pada 1929, Komisi Urusan Mongolia dan Tibet dibentuk untuk menjalankan yurisdiksi administratif atas Xizang dan berkantor di Lhasa sejak 1940.

Pada 1 Oktober 1949, Republik Rakyat China berdiri, selanjutnya pada 23 Mei 1951, pemerintah pusat dan pemerintah daerah Xizang menandatangani perjanjian tentang "Pembebasan Xizang Secara Damai" di Beijing, yang disingkat menjadi "Perjanjian 17 Pasal".

Kemudian pada 1956, Komite Persiapan Daerah Otonomi Xizang dibentuk, namun pada 10 Maret 1959, sejumlah pihak memberontak yang menentang pemerintahan pusat Beijing dan pada saat yang sama juga pemerintah China menyebut Xijang memasuki era reformasi demokrasi dengan meninggalkan sistem teokrasi dan mendirikan pemerintahan demokrasi raktya.

Daerah Otonomi Xijang resmi dibentuk pada September 1965 dengan mewadahi etnis minoritas yang ada di Tibet di bawah Undang-Undang tentang Otonomi Etnis Daerah.

Dengan status "daerah otonom", maka Bahasa Tibet dapat digunakan sebagai penanda di jalan-jalan, fasilitas umum, hingga dokumen resmi pemerintah maupun dalam proses peradilan. Pemerintah daerah otonom juga diberi fleksibilitas kewenangan, asal tidak bertentangan dengan undang-undang untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan budaya di daerah tersebut.

Pemerintah pusat China mengatakan sebelum 1959, Xizang adalah kawasan feodal teokratis yang perekonomiannya tertinggal jauh dibandingkan wilayah lainnya, namun pemerintah pusat kemudian berupaya untuk membangun infrastruktur di Tibet, termasuk menyediakan jalan raya yang panjangnya hingga 123.306 km maupun jalur kereta hingga kereta berkecepatan tinggi "Fuxing" yang sudah beroperasi di Dataran Tinggi Tibet.

Maskapai Xizang Airlines juga sudah diluncurkan dengan 169 rute internasional dan domestik yang menghubungkan 74 kota.

Pariwisata telah menjadi industri pilar penting di Xizang. Pada 2023, kota itu menerima 55,17 juta wisatawan domestik dan asing, dengan total pendapatan pariwisata 65,15 miliar yuan. Pada 2023, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) kawasan itu mencapai 239,267 miliar RMB (sekitar Rp532 triliun)

Di bidang pendidikan, sejak musim gugur 2012, pendidikan gratis 15 tahun telah diterapkan sepenuhnya. Pemerintah menyediakan dana sejak prasekolah hingga pendidikan tinggi, yang mencakup seluruh masa sekolah, baik sekolah negeri maupun swasta.

Masalah putus sekolah pun diklaim telah "diselesaikan" oleh pemerintah China. Semua sekolah dasar dan menengah memiliki cakupan penuh internet dan fasilitas pendidikan.

Pada 2023, Xizang memiliki 3.472 sekolah dari semua jenis di semua tingkatan, dengan lebih dari 854.927 siswa bersekolah. Data sensus menunjukkan pada 2020, jumlah penduduk berpendidikan tinggi (universitas) ada 11.019 orang per 100.000 penduduk di Xizang.

Untuk melestarikan Bahasa Tibet, sekolah dasar dan menengah memberikan kursus dalam bahasa standar China dan Tibet. Pada 2023, terdapat 39 majalah dan 7.395 judul buku berbahasa Tibet, dengan 40,51 juta eksemplar telah diterbitkan.

Penampilan drama di panggung terbuka berjudul "Putri Wencheng" yang mengambil cerita soal pertukaran budaya, ekonomi dan sosial Han-Tibet dengan pemandangan alam Lhasa sebagai latar belakangnya, di kota Lhasa, Daerah Otonom Xizang, China, pada Jumat (5/7/2024). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024