"Inilah tekanan penting dari kajian nama diri," kata Prof Sahid Teguh Widodo M.Hum, Ph.D, yang akan dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Etnolinguistik Bidang Onomastika Pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret pada 25 Februari 2014.
Prof Sahid pada Senin menjelaskan bahwa kajian nama diri tidak hanya menyentuh ide-ide yang abstrak namun juga bersinggungan dengan makna kontekstual berdasarkan simbol-simbol yang diyakini mampu menjelaskan ide-ide tersebut.
Nama seseorang merupakan identitas diri yang mempunyai pengaruh dalam kehidupannya. Penyandang nama-nama yang digemari secara sosial akan menjadi lebih popular dan lebih mudah menyesuaikan diri, jelas dia.
Dia mencontohkan, dalam tradisi budaya Jawa nama diri berkaitan dengan aspek-aspek seperti waktu, tempat, suasana atau peristiwa, tujuan, harapan, doa, status sosial, sejarah dan tradisi lain yang khas.
Bahkan muncul kepercayaan, nama berkaitan dengan panjang atau pendek umur seseorang, tambah dia.
Perkembangan onomastika
Prof Sahid menjelaskan, jika dibandingkan dengan bidang-bidang ilmu bahasa yang lain, saat ini ilmu onomastika belum begitu berkembang di Indonesia.
Bahkan, menurut dia, muncul anggapan bahwa onomastika adalah bidang ilmu yang sempit, kering dan kurang diminati karena selalu dipandang dari perspektif tunggal.
Akibatnya, lanjut dia, penelitian tentang nama terjerumus ke dalam medan yang tidak memberi pilihan terhadap sudut pandang yang lain.
"Kajian nama diri seharusnya dilakukan dengan perspektif yang lebih luas. Selain aspek kebahasan, konteks nama turut juga menentukan bentuk, struktur, dan makna nama," jelasnya.
Pewarta: Joko Widodo
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014