Jerusalem (ANTARA News) - Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, Sabtu, berjanji akan bertemu dengan Presiden Palestina, Mahmud Abbas, guna membahas perbedaan pendapat mereka, terutama mengenai nasib tentara Yahudi yang ditangkap. Pada suatu takliamt di Jerusalem bersama PM Inggris Tony Blair, Olmert berikrar akan "mendorong dialog" sejalan dengan "peta jalan" perdamaian yang macet dan memperingatkan, "Tak dapat ada jalan pintas dalam penerapan proses ini." "Saya siap untuk bekerjasama dengan pemimpin Pemerintah Otonomi Palestina Mahmud Abbas untuk menerapkan peta jalan," kata Olmert setelah kedua pejabat tinggi mengadakan pembicaraan singkat di kediamannya di Jerusalem. "Saya bermaksud bertemu dengan Ketua Abbas guna membuat kemajuan nyata mengenai masalah yang ada dalam agenda kami. Saya tak memiliki prsyarat bagi pertemuan semacam itu," katanya, seperti dilaporkan AFP. Olmert tak mengatakan kapan suatu pertemuan akan berlangsung, tapi radio swasta Israel sebelumnya menyatakan itu akan "segera" terjadi. Ia mengatakan masalah paling mendesak ialah "pembebasan segera" Kopral Israel Gilad Shalit (20), yang ditangkap oleh pejuang Palestina di Jalur Gaza pada 25 Juni, sehingga menyulut pembalasan besar militer Israel yang setakat ini masih berlangsung. Dua lagi prajurit Yahudi ditangkap oleh milisi pejuang Syiah Lebanon, Hizbullah, di Lebanon selatan pada 12 Juli, sehingga menyulut perang 34 hari antara kedua pihak yang berakhir 14 Agustus dengan gencatan senjata yang diperantarai PBB. Blair -- yang berada di wilayah itu untuk mengupayakan dukungan diplomatik dan jaminan i`tikad baik dari Israel serta Lebanon dan menyerukan kelangsungan hidup pembicaraan perdamaian yang terbengkalai dengan Palestina -- ialah untuk bertemu dengan keluarga semua ketiga prajurut Yahudi tersebtu, Ahad. PM Inggris, yang telah berulangkali menyampaikan kepercayaannya bahwa meredanya ketegangan di Timur Tengah akan membantu wilayah itu memerangi ekstremisme global, mengatakan penting untuk menghidupkan kembali proses perdamaian tersebut. "Ada penderitaan besar di kalangan rakyat Palestina akibat ketidak-mampuan untuk membuat kemajuan dalam pembicaraan perdamaian, katanya. "Satu-satunya kesepakatan yang berlaku ... ialah persetujuan tatkala rakyat menyelesaikan perbedaan pendapat mereka melalui politik dan bukan melalui kekerasan," katanya. "Kami memiliki rencana untuk sampai ke sana. Peta jalan. Kami harus menemukan cara untuk kembali ke sana." Peta jalan, yang dirancang oleh Uni Eropa, Rusia, PBB dan Amerika Serikat, menggaris-bawahi langkah ke arah berdirinya negara Palestina yang hidup damai berdampingan dengan Israel "paling lambat 2005". Rancangan tersebut diluncurkan oleh masyarakat internasional pada 2003 tapi sejak itu tak membuat kemajuan apa pun. Olmert dan Abbas terakhir kali bertemu secara resmi di Jordania, 23 Juni, dua hari sebelum Shalit ditangkap. Tetapi pemimpin Israel tersebut mengatakan pertemuan baru dapat membantu pembebasan prajurit itu. (*)
Copyright © ANTARA 2006