Jakarta (ANTARA) - Para peneliti institut Karolinska dan Rumah Sakit Danderyd menemukan bahwa wanita mengalami kehilangan harapan hidup lebih besar daripada pria, dan efeknya lebih signifikan pada mereka yang mengalami gangguan fungsi jantung setelah serangan jantung.
Penelitian tersebut mengambil sampel harapan hidup 335.000 penyintas serangan jantung dan membandingkannya dengan 1,6 juta orang tanpa infark miokard.
"Kami menemukan bahwa terdapat perbedaan besar antara kelompok-kelompok. Wanita dan individu muda kehilangan harapan hidup paling banyak saat mereka mengalami serangan jantung. Jika fungsi jantung terganggu setelah infark, dampaknya bahkan lebih besar," kata penulis pertama Christian Reitan, dikutip dari laman Medical Daily, Rabu (10/7).
Ia mengambil contoh seorang wanita berusia 50 tahun dengan gangguan fungsi jantung kehilangan rata-rata 11 tahun pada tahun 2022 dibandingkan dengan seorang pria berusia 80 tahun dengan fungsi jantung normal yang kehilangan rata-rata 5 bulan harapan hidup.
Para peneliti mengatakan penurunan harapan hidup terkait dengan faktor lain dari serangan jantung itu sendiri seperti perbedaan pendapatan, pendidikan, penyakit lain, dan pengobatan, sehingga pasien tidak dapat mempertahankan fungsi jantungnya.
"Sebagian besar penurunan harapan hidup disebabkan oleh faktor-faktor selain serangan jantung itu sendiri, tetapi mungkin masih terkait dengan serangan jantung, seperti kondisi sosial ekonomi atau penyakit lain seperti hipertensi dan diabetes. Jika pasien mempertahankan fungsi jantungnya, kami melihat bahwa perbedaan gender telah menghilang," kata Reitan.
Dampak serangan jantung nampaknya telah mempengaruhi perawatan jantung itu sendiri sehingga terjadi penurunan besar dalam jumlah harapan hidup.
Para peneliti yakin temuan mereka akan membantu memahami dampak harapan hidup, mengidentifikasi kelompok berisiko tinggi, dan menawarkan wawasan untuk meningkatkan perencanaan perawatan di masa mendatang.
Penerjemah: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024