Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa data kependudukan yang inklusif dapat menentukan intervensi program-program bantuan kepada masyarakat yang lebih tepat sasaran.

“Data inklusif menjadi penting, karena kita memang harus punya data secara menyeluruh, bukan data yang disebut sebagai agregat (terpisah-pisah). Kalau hanya agregat kita enggak tahu. Misalnya kasus stunting yang datanya masih agregat,” ujar Bonivasius dalam temu media dalam rangka memperingati Hari Kependudukan Sedunia tahun 2024 di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, data inklusif mengacu pada pengumpulan, analisis, dan interpretasi data yang mencakup semua kelompok dan segmen masyarakat secara merata. Dalam konteks kebijakan atau penelitian, data inklusif mencakup informasi dari berbagai latar belakang demografis, sosial, ekonomi, dan budaya, tanpa membiarkan kelompok tertentu yang tidak terwakili atau terabaikan.

“Di BKKBN, terkait data inklusif kita punya pendataan keluarga (PK). Di pendataan keluarga ini memang setiap lima tahun sekali kita lakukan sensus, dan setiap tahun kita mutakhirkan,” ucapnya.

Bonivasius menjelaskan, dalam pendataan keluarga tersebut, ada beberapa data terkait pasangan usia subur dan bayi di bawah lima tahun (balita) yang setiap tahun dilakukan pemutakhiran.

“Kalau angka-angka yang terkait dengan perempuan dan balita di dalam pendataan keluarga, kita perbarui setiap tahun. PK ini menjadi penting ketika digunakan untuk program-program pemerintah, kementerian/lembaga, termasuk percepatan penurunan stunting untuk mendata keluarga berisiko stunting,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, PK juga dimanfaatkan untuk penghapusan kemiskinan ekstrem melalui penegakan Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).

“Keberhasilan Indonesia meraih penghargaan internasional di bidang kependudukan karena kita perhatian terhadap data inklusif dan data responsif. Kalau data responsif kita juga punya beberapa data yang diambil secara rutin. Data rutin dan non-rutin tersebut menjadi kekuatan dalam menjalankan tugas dan pokok BKKBN,” katanya.

Bonivasius menegaskan, dari data-data yang inklusif tersebut, para pemangku kepentingan dapat mengetahui pasangan-pasangan mana yang mesti diberikan intervensi, dan bukan hanya dari BKKBN, melainkan juga oleh lintas sektor.

Sementara itu, Representatif Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Population Fund (UNFPA) untuk Indonesia Hasan Mohtashami menyampaikan, data kependudukan yang terpilah dan inklusif mesti menjadi bagian penting dari Indonesia yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta pada tahun 2024 (data Badan Pusat Statistik).

“Terkait inklusivitas data, data terpilah itu amat penting. Kalau kita melakukan survei atau sensus di tingkat nasional, Indonesia dengan 17 ribu pulau ini, kita tidak bisa mengumpulkan Indonesia di satu kotak saja. Di tingkat provinsi, kabupaten, data terpilah ini penting sehingga proses-proses survei dan sensus tidak boleh hanya di tingkat nasional, tetapi turun di provinsi dan kota, sehingga datanya inklusif, terpilah serinci mungkin,” ucapnya.

Baca juga: UNFPA tekankan kehamilan harus berdasarkan pilihan bukan kebetulan

Baca juga: Kepala BKKBN: Jaga angka kelahiran 2,1 agar penduduk tumbuh seimbang

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024