Beijing (ANTARA News) - Sebelas orang tewas akibat satu "serangan" di wilayah Xinjiang China, Jumat, dengan delapan gerilyawan ditembak mati oleh polisi dan tiga lainnya meledakkan bom yang mereka bawa yang mencederai empat orang, kata pihak berwenang.
Insiden di prefektur Aksu itu adalah aksi kekerasn terbaru di daerah tempat tinggal sebagian besar etnik Uighur yang beragama Islam.
"Delapan gerilyawan tewas akibat ditembak polisi dan tiga lainnya akibat bom bunuh diri mereka sendiri dalam satu serangan Jumat petang," kata kantor berita Xinhua mengutip pihak kepolisian.
Dengan mengendarai sepeda-sepeda motor dan mobil-mobil yang membawa tabung gas, kelompok itu mendekati para personil polisi dekat satu taman di daerah Wushi saat mereka bersiap-siap untuk melakukan patroli, kata kantor berita pemerintah itu.
Portal laman Tianshan, yang dikelola pemerintah Xinjiang, mengatakan 11 penyerang tewas, sementara dua polisi dan dua pejalan kaki cedera dan seorang penyerang ditahan. Foto-foto yang disiarkan di laman itu menunjukkan sebuah kendaraan polisi dan jip hangus terbakar.
Para pejabat polisi dan informasi Xinjiang yang dihubungi melalui telepon menolak memberi komentar kepada AFP. Para pejabat pemerintah Wushi dan polisi tidak dapat dihubungi.
Aksu, di daerah barat jauh Xinjiang dekat perbatasan dengan Kirgizstan, adalah lokasi di mana terjadi tiga ledakan akhir Januari yang menewaskan setidaknya tiga orang, kata laman Tianshan. Polisi menembak mati enam orang setelah ledakan-ledakan itu.
Xinhua yang mengutip hasil pemeriksaan polisi, menyebut ledakan-ledakan itu sebagai "serangan-serangan teroris yang teroganisasi dan terencana".
Wilayah Xinjiang yang luas dan kaya sumber alam itu selama beberapa tahun dilanda kerusuhan yang dilakukan kelompok Uighur, yang kelompok-kelompok hak asasi manusia katakan akibat penindasan budaya, tindakan keras keamanan dan imigrasi para warga etnik Han China.
Pihak berwenang secara rutin menyebut insiden-insiden seperti itu dilakukan "teroris-teroris" dan menyatakan China menghadapi satu gerakan separatis di daerah itu yang dimotivasi oleh ekstremisme agama dan memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok teroris asing.
"Serangan-serangan teroris" berjumlah 190 kali pada tahun 2012," meningkat dari tahun 2011", kata Xinhua mengutip pihak berwenang regional.
Tetapi para ahli mempertanyakan kekuatan gerakan perlawanan itu, dan informasi di daerah itu sulit diverfikasi secara independen.
Seorang juru bicara Kongres Uighur Dunia di pengasingan, Dilshat Rexit, menyalahkan insiden itu pada apa yang ia sebut kebijakan garis keras China.
Insiden paling serius terbaru terjadi Juni, yang menyebabkan 35 orang tewas.
Pada Oktober tiga anggota keluarga dari Xinjiang tewas ketika mereka sedang naik sebuah mobil menghantam para turis di Taman Tiananmen Beijing, menewaskan dua orang sebelum kendaraan mereka terbakar, kata pihak berwenang.
Pejabat penting keamanan China Meng Jianzhu beberapa hari kemudian mengatakan bahwa para penyerang itu adalah pendukung "dibelakang layar" dari Gerakan Islam Turkestan (ETIM) yang berpangkalan di luar negara itu.
Amerika Serikat dan PBB menyebut ETIM sebagai organisasi teror tahun 2002 pada periode kerja sama yang meningkat AS-China setelah serangan-serangan 11 September 2001.
Sampai tahun 2011 Uighur merupakan 47 persen dari penduduk di wilayah itu dan Han China 38 persen, kata data resmi Xinjiang.
Benrokan yang melibatkan etnik Uighur dan Han di ibu kota daerah itu Urumqi tahun 2009 menewaskan sekitar 200 orang, demikian Xinhua melaporkan.
(SYS/H-RN/H-AK)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014