Secara historis tidak bisa kita ingkari bahwa kebaya adalah share culture, sebuah kebudayaan bersama yang tidak hanya dimiliki oleh Indonesia saja

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan kebaya merupakan kebudayaan bersama yang dimiliki beberapa negara di Asia Tenggara.

"Secara historis tidak bisa kita ingkari bahwa kebaya adalah share culture, sebuah kebudayaan bersama yang tidak hanya dimiliki oleh Indonesia saja, tetapi tersebar di beberapa wilayah di Asia Tenggara," kata Lestari Moerdijat atau karib disapa Rerie, dalam webinar di Jakarta, Rabu.

Rerie mengatakan kebaya adalah share culture yang merepresentasikan norma, nilai, pengetahuan, bahkan keterampilan praktik secara kolektif.

Selain itu, kebaya juga berkembang dalam peradaban manusia, mempertemukan ragam suku, bangsa, dan etnis.

"Di sini jelas sekali terlihat bahwa kebaya adalah penunjang keseharian yang sesungguhnya juga memiliki pesan dan filosofi penunjang perdamaian dunia," katanya.

Baca juga: Kebaya persatukan perempuan Indonesia dari latar belakang berbeda
Baca juga: LIP: Hari Kebaya Nasional ajang tunjukan keunikan daerah Indonesia

Dia menambahkan kebaya adalah sebuah karya intelektual.

"Perjumpaan budaya melahirkan kebaya dengan bentuk dan perkembangannya sampai dengan kebaya yang kita kenal saat ini," kata Rerie.

Lebih lanjut Rerie menjelaskan bahwa kebaya perempuan nusantara sesungguhnya berakar dari masuknya pengaruh asing yang muncul di Tanah Air, yang diperkenalkan oleh para pendatang yang masuk melalui jalur perdagangan dan posisi Indonesia di persimpangan Samudra Hindia dan Pasifik juga melahirkan local genius yang pada akhirnya menghasilkan bentuk yang memiliki akar dan anasir-anasir lokal.

Kemudian di beberapa negara berkembang juga pengetahuan dan karya-karya intelektual yang pada akhirnya mewarnai dunia fesyen dan karya kreatif lainnya.

Dia mengatakan bahwa pada Februari 2023, Indonesia bersama dengan Thailand, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam mendaftarkan kebaya sebagai intangible cultural heritage atau warisan budaya tak benda kepada UNESCO melalui mekanisme joint nomination.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024