Jakarta (ANTARA) - Oona Indonesia, unit usaha perusahaan asuransi umum digital asal Singapura, Oona Insurance, mengembangkan bisnis mereka dengan masuk dalam pasar asuransi kesehatan ritel melalui peluncuran Asuransi Penyakit Kritis untuk penanganan kanker, stroke, dan serangan jantung.

“Kami berkomitmen untuk menawarkan keunikan kepada pasar melalui inovasi produk dan teknologi, salah satunya melalui peluncuran Asuransi Penyakit Kritis ini,” kata Founder dan Group CEO Oona Insurance Abhishek Bhatia dalam acara Media Launching Big 3 Critical Illness Insurance di Jakarta, Rabu.

Selain untuk memberikan perlindungan terhadap tiga penyakit katastropik tersebut, ia menyatakan bahwa peluncuran produk baru itu merupakan upaya untuk meningkatkan inklusi finansial di Indonesia.

Ia menilai bahwa sulitnya penetrasi asuransi di masyarakat adalah karena kesulitan dalam proses pembelian polis asuransi maupun premi yang tidak terjangkau bagi nasabah.

Menurut ASEAN Insurance Surveillance 2023, penetrasi asuransi di Indonesia hanya sebesar 1,4 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura (12,5 persen), Thailand (4,6 persen), dan Malaysia (3,8 persen).

“Itulah mengapa terdapat penetrasi yang rendah di pasar. Kami tengah mencoba untuk memecahkan persoalan tersebut,” ujar Abhishek.

Presiden Direktur dan CEO Oona Indonesia Vincent C Soegianto menyampaikan bahwa pihaknya menilai prospek pasar asuransi kesehatan nasional masih cukup baik, sehingga mendorong perseroan untuk tetap masuk ke sektor tersebut, walaupun terdapat inflasi medis yang diperkirakan mencapai 13,6 persen pada tahun ini.

Ia menuturkan bahwa peluncuran produk asuransi kesehatan tersebut merupakan upaya pihaknya sebagai perusahaan asuransi umum untuk menyediakan berbagai layanan asuransi secara lengkap.

“Dengan peluncuran Asuransi Penyakit Kritis Oona, kami semakin dekat dengan misi kami, yaitu menyediakan produk asuransi yang mudah, terjangkau, dan efektif serta dapat diakses secara digital oleh jutaan orang Indonesia,” ucapnya.

Vincent mengatakan bahwa produk tersebut memberikan perlindungan hingga nasabah berusia 70 tahun dengan nilai pertanggungan mulai dari Rp100 juta hingga Rp500 juta.

“Dengan penerbitan polis secara real-time dan pembayaran santunan tunai 100 persen dari nilai pertanggungan, pelanggan memiliki fleksibilitas untuk menggunakan dana tersebut untuk biaya rumah sakit, biaya sehari-hari, atau kebutuhan lainnya,” ujarnya.

BPJS Kesehatan mencatat bahwa beban finansial penyakit katastropik mencapai Rp34.769 triliun pada tahun lalu, meningkat dari Rp24,05 triliun pada 2022.

Baca juga: Menkes: RS rujukan perlu transfer ilmu pelayanan penyakit katastropik
Baca juga: Skrining pilar penting transformasi kesehatan Indonesia
Baca juga: Kemenkes: Belanja asuransi kesehatan mesti seimbang antara FKTP dan RS

 

Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024