Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencoba pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia secara efisien.

Dalam rilis yang disiarkan oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu, pihaknya mulai memanfaatkan AI pada tiga rumah sakit ternama di Indonesia, yakni Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono Jakarta, Rumah Sakit Kanker Dharmais, dan Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang.


Untuk itu, pihaknya melakukan penandatangan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Harrison AI, perusahaan teknologi kesehatan asal Australia untuk pemanfaatan teknologi AI tersebut.

"Dalam pemanfaatan AI ini, kami melakukan tiga hal. Pertama, CT Scan otak, kami akan memanfaatkan AI ini untuk penyakit-penyakit yang berhubungan dengan saraf terutama stroke di RSPON. Kedua, untuk RS Kanker Dharmais, kami akan kerja sama terkait pemanfaatan AI dengan radiologi untuk kanker dan patologi anatominya," kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya.

Adapun Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang, lanjutnya, Kemenkes akan memanfaatkan AI dalam skrining penyakit tuberkulosis melalui radiologi.

Azhar menyatakan Kemenkes akan memperbanyak uji klinis untuk pemanfaatan AI, khususnya terkait penandatangan MoU dengan Harrison AI.

Uji klinis dilakukan agar pemanfaatan AI dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga masyarakat tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan hasil pemeriksaan CT scan, radiologi, atau patologi anatomi. Apabila hasil uji klinis menunjukkan akurasi yang tinggi, kerja sama dengan Harrison AI akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

Ia pun menegaskan dalam pemanfaatan AI, keahlian dokter tetap menjadi faktor utama. "Tentu saja ini tetap memerlukan expertise dari seorang dokter. Tidak bisa kita hanya menyandarkan pada teknologi," tegasnya.

Sementara pada kesempatan yang sama, Co-Founder dan CEO Harrison AI Dimitry Tran mengatakan sangat terhormat dapat memulai kolaborasi dengan Kemenkes RI untuk mengevaluasi penggunaan AI dalam radiologi dan patologi, khususnya di bidang rontgen dada, CT Scan, otak, dan patologi anatomi.

"Ini adalah tantangan global. Di Indonesia, hanya ada sekitar enam ahli radiologi untuk 1 juta penduduk. Di Australia, kami memiliki 91 ahli radiologi, untuk 1 juta orang. Jadi, para dokter di Indonesia bekerja sangat keras untuk populasi yang sangat besar," ujarnya.

Menurut Dimitry, peran AI sebagai asisten dan alat bantu bagi para ahli radiologi akan meningkatkan efisiensi kerja mereka.

"Teknologi kami telah terbukti efektif pada jutaan pasien di Australia, Inggris, Singapura, dan Hong Kong. Kami merasa terhormat diundang untuk berpartisipasi dalam evaluasi ini dan menunjukkan bagaimana AI dapat diintegrasikan dengan sistem yang ada untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia," jelasnya.

Ia berharap kolaborasi di antara keduanya dapat berlangsung jangka panjang serta pemanfaatan AI di bidang kesehatan membuahkan hasil yang efisien dan aman.

Sebagai informasi, penandatanganan MoU dilakukan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dr. Azhar Jaya mewakili Kemenkes RI dan Dimitri Tran selaku Co-Founder dan CEO Harrison AI, dengan disaksikan langsung oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin.

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024