Jakarta (ANTARA) - Ahli kesehatan internasional dari Universitas Catania, Italia, Prof Riccardo Polosa, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada fakta ilmiah yang menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif merupakan penyebab kanker.
 
Hal tersebut dipaparkannya pada sesi pembahasan penelitian ilmiah dan sains dalam Asia Pacific Harm Reduction Forum (APHRF) 2024 yang digelar di Jakarta beberapa waktu yang lalu.
 
"Tidak ada fakta yang menunjukkan produk tembakau alternatif menyebabkan kanker," kata Polosa dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
 
Polosa yang juga pendiri dari The Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR) menjelaskan produk tembakau alternatif menerapkan pengurangan risiko, sehingga meminimalkan dampak terhadap kesehatan.
 
Ia menekankan kandungan utama yang terdapat produk tembakau alternatif adalah nikotin, yang selama ini dipersepsikan secara keliru sebagai biang keladi penyebab kanker.
 
Menurut Polosa, nikotin tidak menyebabkan kanker, gangguan kardiovaskular, dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Adapun penyebabnya adalah TAR, yang dihasilkan dari proses pembakaran, yang mengandung ribuan senyawa karsinogenik pemicu kanker.
 
"Sangat jelas, nikotin tidak bersifat karsinogenik," tegasnya.
 
Adapun terkait penyakit yang berkenaan dengan urologi, Ahli Urologi asal Filipina, Rogelio F. Varela, juga menyebut publik masih belum menyadari bahwa penyakit urogenital dipengaruhi oleh kebiasaan merokok.
 
Ketika menghirup asap rokok, jelas dia, zat-zat karsinogenik masuk melalui sistem pernapasan dan diserap ke dalam darah, yang dapat mempengaruhi pembuluh darah dan menyebabkan cedera organ endotel, sehingga berdampak terhadap sistem reproduksi.
 
"Hal tersebut berpotensi menyebabkan gangguan di saluran kemih dan sistem reproduksi," ucapnya.
 
Dengan potensi risiko kesehatan tersebut, Varela menyarankan perokok dewasa yang ingin menikmati produk tembakau untuk beralih dari kebiasaan merokok.
 
"Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terjadi penurunan potensi kanker urologi pada pasien yang beralih dari kebiasaan merokok ke produk tembakau alternatif. Ke depan, kami akan mendorong lebih banyak penelitian jangka panjang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada pasien-pasien ini," kata Rogelio F. Varela.

Baca juga: Merokok jadi pemicu risiko penurunan fungsi kognitif pada orang lansia

Baca juga: Praktisi Kesehatan: Kolaborasi perlu untuk tekan prevalensi merokok

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024