Jakarta (ANTARA) - Penasihat hukum (PH) mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo, yakni Juan Felix Tampubolon, berpendapat penghitungan kerugian keuangan negara terkait kasus korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tidak cermat.

Hal itu, kata dia, karena penghitungan kerugian keuangan negara dalam Laporan Hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (LHA BPKP) tidak menguraikan perbuatan konkret Soetikno dalam kontribusi yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

"Maka kami berpandangan, kerugian keuangan negara dalam perkara a quo tidak didasarkan suatu sebab yang nyata dari suatu perbuatan melawan hukum oleh terdakwa," ujar Juan dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Selain itu, dirinya menambahkan bahwa terdapat berbagai kesalahan penghitungan dalam pengambilan angka-angka dari laporan internal Garuda dalam LHA BPKP tersebut.

Menurutnya, kesalahan disebabkan oleh pemeriksaan yang kurang kompeten dan relevan, karena hanya berdasarkan laporan internal tanpa pemeriksaan lebih lanjut, bukti pendukung, tidak bisa diidentifikasi secara detail, dan tidak sepenuhnya akurat.

Adapun dalam LHA itu, Juan menyebutkan BPKP menghitung kerugian negara dengan standar audit yang tidak tepat, yakni standar audit intern pemerintah (SAIP), yang biasa digunakan di internal pemerintah.

Sementara itu, sambung dia, Garuda Indonesia merupakan badan usaha milik negara (BUMN), sehingga standar audit laporan keuangannya harus mengikuti standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN).

Terkait dengan unsur kerugian keuangan negara tersebut, dia menuturkan tidak ada penjelasan lebih lanjut oleh penuntut umum karena hanya menyajikan beberapa fakta lainnya.

"Bahwa menurut pandangan kami fakta yang disajikan tersebut tidak terdapat keterkaitan terhadap kerugian keuangan negara," ucap dia.

Sebelumnya, Soetikno dituntut pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.

Selain itu, Soetikno juga dituntut membayar uang pengganti sebesar 1,66 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan 4,34 juta euro Uni Eropa subsider penjara 3 tahun.

Jaksa menyatakan pengusaha itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana sebagaimana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara tersebut, Soetikno dinilai terbukti bersekongkol dengan Emirsyah dalam pengadaan pesawat di maskapai tersebut, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara pada Garuda Indonesia dengan jumlah total 609,81 juta dolar AS.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024