Jakarta (ANTARA News) - Sebagian besar kasus kematian mendadak pada seseorang disebabkan denyut jantung yang terlalu cepat atau serangan jantung koroner, kata dokter spesialis jantung RS Mitra Keluarga (RSMK) Kelapa Gading Jakarta dr Yoga Yuniadi, SpJP. "Data di Amerika Serikat (AS) bahwa 90 persen kasus kamatian mendadak disebabkan serangan denyut jantung yang cepat pada seseorang yang melebihi 100 kali per menit," katanya menjawab pers di Jakarta, Sabtu.Seusai acara pembukaan "Jakarta Heart dan Vascular Center (JHVC)" RSMK Kelapa Gading di Jakarta Utara itu, Yoga mengatakan, kasus kematian mendadak di Indonesia juga diperkirakan sebagian besar disebabkan denyut jantung yang cepat. "Denyut jantung yang normal yakni 60-100 kali setiap menit, sedang denyut jantung lambat kurang dari 60 kali per menit dan yang cepat lebih dari 100 kali per menit," katanya. Dia memberikan contoh, kasus meninggalnya pilot sebuah maskapai swasta setelah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (5/9) diduga akibat tekanan denyut jantung cepat. Menurut ahli jantung yang menempuh pendidikan S-2 di Taiwan itu, seseorang termasuk profesi berkonsentrasi tinggi seperti pilot, masinis, pengemudi, operator mesin perlu melakukan pemeriksaan rutin (medical chek up) jantung, sehingga dapat diketahui besaran denyut jantung. Terapi untuk menormalkan denyut jantung cepat, yakni dengan memasang alat EPS di bawah kulit seseorang, untuk memutus sumber gangguan dengan memanfaatkan gelombang frekuensi radio, sehingga penderita bebas dari gangguan denyut jantung. Sedangkan, untuk gangguan denyut jantung lemah, perlu dipasang alat pacu jantung permanen untuk menjamin kecukupan frekuensi denyut jantung. Ahli jantung RSMK yang juga alumni Universitas Leiden, Belanda dr Utojo Lubiantoro, SpJP menambahkan, selain pemeriksaan rutin, seseorang perlu diet untuk mempertahakan denyut jantung normal, seperti mengendalikan tekanan darah, berat badan, tidak merokok dan meminum alkohol, berolah raga teratur serta mengurangi makanan berlemak. Sementara itu, ahli jantung RSMK yang juga alumni FKUI Jakarta dr A Sari Mumpuni, SpJP mengatakan, penyebab sakit jantung tidak hanya dari pembuluh darah (koroner), tapi juga dari otot dan selaput jantung, jantung bawaan dari kecil (keturunan), akibat organ lain seperti sakit paru dan kencing manis, sehingga pemeriksaan rutin sangat diperlukan untuk deteksi dini. Data Depkes menyebutkan bahwa penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu pasien di rumah sakit atau angkanya mencapai 35 setiap 100 ribu penduduk Indonesia yang diduga sebagian besar pasien jantung berobat ke rumah sakit pada stadium lanjut. Managing director RSMK Kelapa Gading, Rustiyan Oen menegaskan, pendirian pusat jantung dan pembuluh darah (JHVC) RSMK Kelapa Gading sebagai pusat rujukan jantung ketiga di Jakarta itu dimaksudkan sebagai rujukan pelayanan kesehatan jantung secara paripurna dan mutakhir, sehingga pasien tidak perlu berobat ke luar negeri.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006