Karena kalau ini tidak diselesaikan, ini akan gantung terus. Dan itu sangat berbahaya.
Jakarta (ANTARA) - Komisi XI DPR RI meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membentuk tim untuk menyelesaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang sewa Gedung Wisma Mulia (WM) I.

Hal itu telah disepakati dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR bersama Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK pada Selasa.

“OJK menindaklanjuti LHP BPK tentang sewa Gedung Wisma Mulia I untuk memulihkan indikasi kerugian negara sebesar Rp394,1 miliar dengan melakukan, antara lain langkah-langkah sebagai berikut. Membentuk tim OJK untuk menyelesaikan LHP BPK tentang sewa Gedung Wisma Mulia I,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie Othniel Frederic Palit, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Selain langkah pembentukan tim, OJK juga diminta untuk mengkaji permasalahan indikasi kerugian negara sebagaimana LHP BPK tentang sewa Gedung Wisma Mulia I, untuk opsi menyerahkan kepada aparat penegak hukum (APH). Kajian paling lambat pada triwulan III tahun 2024.

Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mendorong agar tim khusus OJK nantinya dapat berkomunikasi dan berdiskusi dengan BPK, dengan harapan bisa mendapatkan jalan keluar terbaik agar OJK tidak lagi mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) di masa mendatang.

“Karena kalau ini tidak diselesaikan, ini akan gantung terus. Dan itu sangat berbahaya. Kita tidak mau masalah ini tahun depan akan sama atau bahkan lebih jelek. Kalau kinerja IKU-nya sudah baik tapi ini masih menggantung, ini juga akan menarik reputasi dari OJK ini tersendiri,” kata Mekeng.
Baca juga: DPR setujui pagu indikatif OJK TA 2025 sebesar Rp11,56 triliun

Sebelum pengambilan kesepakatan kesimpulan raker, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara menyampaikan bahwa lembaganya akan melakukan komunikasi dan negosiasi dengan pihak/pemilik Gedung Wisma Mulia I untuk pemulihan biaya sewa Wisma Mulia I.

Selain itu, sebagai rencana tindak lanjut atas rekomendasi LHP BPK, OJK akan mengupayakan alternatif gedung lainnya yang lebih efisien serta pendalaman mengenai opsi-opsi solusi hukum yang dapat ditempuh lebih lanjut.

LHP BPK atas laporan keuangan OJK tahun 2023 mengindikasikan bahwa biaya sewa Gedung Wisma Mulia I periode 17 Januari 2017 sampai dengan 16 Januari 2021 yang tidak dimanfaatkan belum dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp394,10 miliar. Dewan Komisioner OJK pun diminta untuk menetapkan langkah-langkah strategis dan solutif untuk melakukan pemulihan.

Mirza menjelaskan, upaya OJK dalam menyelesaikan permasalahan sewa Wisma Mulia I telah dilakukan dengan optimal dan upaya terbaik, namun tidak disepakati oleh pihak Wisma Mulia I.

“Upaya tersebut dilakukan melalui negosiasi pada periode tahun 2018-2019 dengan cara, melakukan konversi biaya sewa dan service charge Wisma Mulia I yang telah dikeluarkan menjadi biaya sewa perpanjangan Gedung Wisma Mulia II,” kata Mirza.

Selain itu, OJK juga melakukan penyewaan kembali (sublease) Gedung Wisma Mulia I kepada pihak ketiga dan melakukan pengembalian gedung yang telah disewa (surrender), sehingga OJK tidak perlu membayar service charge. Namun, kata Mirza, langkah-langkah tersebut tidak disetujui oleh pihak Wisma Mulia I.

“Kami lanjutkan dengan hal-hal yang telah dilakukan pada periode tersebut, 2018-2022,” ujar Mirza pula.

Selanjutnya, OJK melakukan upaya hukum melalui gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan perjanjian sewa pada periode tahun 2020 pada saat itu. Sementara pihak Wisma Mulia I mengajukan gugatan balik kepada OJK pada periode yang sama. Namun sengketa perdata tersebut dimenangkan oleh Wisma Mulia I.

Setelah melakukan konsultasi dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung RI pada awal tahun 2022, maka ditempuh penyelesaian di luar pengadilan melalui perdamaian, dengan penyusulan perjanjian perdamaian didampingi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan tim Jamdatun.

Mirza mengatakan, salah satu kesepakatan perdamaian tersebut, yaitu perpanjangan sewa Wisma Mulia II dilakukan OJK dengan skema waktu 4 tahun dan OJK hanya membayar biaya sewa selama 3 tahun.

Sebelumnya pada 26 Juni lalu, Komisi XI DPR telah menyoroti temuan BPK yang memberikan opini WDP terhadap laporan keuangan OJK tahun 2023.

Mekeng, dalam rapat dengar pendapat saat itu, menyampaikan kekecewaannya dan mengkritik OJK atas temuan BPK tersebut.
Baca juga: OJK sedang finalisasi RPOJK baru tentang konglomerasi keuangan
Baca juga: OJK sebut draf POJK terkait UMKM telah rampung dirancang


Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024