Jakarta (ANTARA) - Football Institute mengkritik Komite Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) terkait dengan denda dan hukuman yang ditetapkan di Liga Indonesia baik di kasta teratas Liga 1, Liga 2 dan kompetisi kelompok umur, Elite Pro Academy (EPA) musim 2023/2024.
Dikutip dari keterangan resmi, Selasa, Football Institute merilis hasil riset mereka soal uji kualitas Liga 1, Liga 2, dan Elite Pro Academy (EPA) yang berlangsung pada Juli 2023 hingga Mei 2024, berbasis pelanggaran disiplin dan hasil putusan Sidang Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Berdasarkan riset mereka, Komdis PSSI mendapat sorotan karena cenderung memberi satu hukuman saja.
"Ini jadi bagian evaluasi kompetisi musim lalu. Untuk Komdis, mereka itu ibaratkan Kapolri, Kepala BIN, dan Kepala Kejaksaan di PSSI. Ini bukan wajah Erick Thohir, ini wajah konsensus bersama Exco. Absurd ini," kata Founder Football Institute Budi Setiawan.
Budi juga mengungkapkan Komdis PSSI sekarang ini berbeda dengan kepengurusan pada 2008. Ketika itu, Komdis kerap menggelar konferensi pers selepas sidang, Sekarang, mereka tidak pernah lagi melakukan itu.
"Pada 2008 sampai 2014, Komdis selalu preskon dulu selepas sidang, pas zaman Hinca Pandjaitan. Sekarang, per 2016 mungkin, Komdis tidak mengadakan konferensi pers dan sidang digelar secara terutup. Bisa digelar terbuka juga padahal," kata Budi.
Pengamat sepak bola Effendi Ghazali mengaku sepakat dengan usulan Budi terkait Komdis. Dia mengatakan, Komdis PSSI sejatinya bisa menggelar sidang secara terbuka. Hal itu sama seperti di pengadilan-pengadilan Indonesia yang bisa digelar terbuka.
"Ya contohnya ada pengadilan Vina (kasus Vina Cirebon) yang bisa digelar terbuka. Sekarang, Komdis PSSI juga bisa menggelar sidang terbuka seperti itu," kata Effendi.
Baca juga: Football Institute nilai Erick sukses jalankan program naturalisasi
Berdasarkan riset Football Institute, tercatat selama musim 2023/2024, Komdis PSSI lebih banyak memberikan hukuman denda. Di Liga 1, denda ini jadi hukuman yang paling sering diberikan dengan persentase 61,47 persen. Hal yang sama berlaku di Liga 2 dengan persentase 60 persen, serta di EPA dengan persentase 57 persen.
Komdis PSSI juga kerap memberikan hukuman yang unik. Misalnya saja di Liga 2, dalam laga PSCS Cilacap dan Persekat Tegal, Komdis PSSI pernah memberikan hukuman larangan dua kali menjadi ball boy dan denda sebesar Rp37,5 juta kepada Hexa Try Kusuma.
Kemudian di Liga 2, Komdis PSSI menghukum klub PSDS Deli Serdang dengan hukuman larangan pertandingan tanpa penonton satu kali dan denda Rp225 juta karena kombinasi kasus rasisme yang dilakukan penonton dan lemparan botol ke dalam lapangan.
Nilai denda ini jauh lebih besar dari denda pelanggaran suporter masuk lapangan dengan angka denda Rp15 juta atau kasus pelemparan botol dari tribune ke lapangan dengan angka denda sebesar Rp10 juta.
"Hukuman denda ini tidak efektif, ya, karena terulang terus, daripada didenda terus, karena klub itu tidak peduli baik yang paling banyak duitnya maupun semenjana. Pendukungnya juga tidak tahu menahu klubnya kena denda," kata wartawan senior Erwin Fitriansyah.
Baca juga: Komite Disiplin PSSI beri sanksi dua klub dan satu pemain
Baca juga: PSSI gelar kursus wasit untuk sambut Liga 1 musim 2024/2025
Pewarta: Fajar Satriyo
Editor: Eka Arifa Rusqiyati
Copyright © ANTARA 2024