"Di sini Anda dapat merasakan atmosfer olahraga massal yang kuat dan menikmati kegembiraan sejati yang dihadirkan oleh sepak bola dan cabang olahraga lainnya," ujar Vincent.
Guiyang (ANTARA) - Akhir pekan lalu, "Cun Chao" (Liga Super Desa) Sports Center di wilayah Rongjiang, Provinsi Guizhou, China barat daya, ramai dipadati pengunjung.

Meski di tengah cuaca panas yang menyengat, antusiasme masyarakat terhadap sepak bola dan olahraga pedesaan tak surut. Sebuah ajang olahraga selama tiga hari diadakan di Rongjiang dari 5 hingga 7 Juli. Ajang ini tak hanya mencakup cabang olahraga seperti sepak bola, bola basket, dan tenis meja, tetapi juga permainan yang menampilkan unsur-unsur tradisional, termasuk balap egrang dan lomba mengupas jagung.

Wu Bin, seorang pelajar berusia 15 tahun dari sebuah sekolah menengah pertama di Rongjiang, berpartisipasi dalam balap egrang melawan teman-teman sekelasnya. Walau telah berhasil menjadi juara dalam kontes sekolah itu, baginya, bersaing dalam kompetisi berskala besar tetap merupakan suatu pengalaman yang menantang.

Dengan cepat Wu menaiki egrang bambu, yang bahkan hampir setinggi dirinya, dan bergerak maju seolah menggunakan "kakinya" sendiri. Dia finis di urutan kedua dalam perlombaan jarak 100 meter.

"Balap egrang menuntut kecepatan dan koordinasi fisik para atlet. Di atas egrang, kami harus menggerakkan tangan dan kaki dari sisi yang sama secara bersamaan," kata Wu.

Hou Zhenhua, seorang guru olahraga dan pelatih balap egrang di Rongjiang, mengaku senang melihat penampilan para siswanya. "Balap egrang adalah salah satu kegiatan di klub sekolah kami. Saya berharap melalui permainan ini para siswa tidak hanya dapat melatih keseimbangan dan tekad mereka, tetapi juga merasakan daya tarik dari olahraga etnis tradisional," ujarnya.

Selain itu, sebuah upacara yang memadukan unsur etnis dan internasional juga diadakan dalam ajang olahraga ini. Upacara ini tak hanya menarik minat para pecinta olahraga dari Shandong, Tianjin, dan Guangdong di China, tetapi juga pengunjung internasional dan pelajar dari berbagai negara, termasuk Belanda, Italia, dan Kanada.
 
 


 Di antara mereka, Vincent dari Belanda telah tinggal di Shanghai selama delapan tahun, dan pernah bermain dalam laga persahabatan melawan para pecinta sepak bola lainnya dalam Cun Chao.

"Di sini Anda dapat merasakan atmosfer olahraga massal yang kuat dan menikmati kegembiraan sejati yang dihadirkan oleh sepak bola dan cabang olahraga lainnya," ujar Vincent.

Yuan Chengli, salah seorang peserta berusia 73 tahun, langsung disambut tepuk tangan meriah ketika memasuki lintasan lari. Meski gagal mencapai final, atlet yang sudah berusia lanjut itu membuat semua orang terkesan dengan semangatnya untuk bersaing di panggung yang sama dengan para pelari muda.

"Saya berharap kecintaan saya pada olahraga lari dapat membantu memperkuat tubuh saya, dan penampilan saya di Cun Chao dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk beraktivitas di luar ruangan demi meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta menemukan lebih banyak kesenangan dalam hidup," kata Yuan.

Dari sepak bola hingga olahraga desa, Cun Chao selalu menjadi ajang berkumpulnya para pecinta olahraga dari berbagai belahan dunia, dengan olahraga sebagai bahasa universal, tutur You Shouyi, selaku general counselor Liga Super Desa Guizhou. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024