Bali (ANTARA News) - Pengamat politik John Palinggi menilai dikotomi calon presiden Jawa dan non Jawa adalah pemikiran sesat yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

"Indonesia dibangun di atas kemajemukan atau pluralism. Kalau masih ada yang berpikir Jawa dan non Jawa, itu sangat berbahaya dan bisa memicu disintegrasi,” kata John dalam keterangan tertulis yang diterima di Bali, Kamis.

John mengatakan, isu kesukuan, agama dan etnis tidak boleh berkembang di Indonesia karena sangat bertentangan dengan UU Pemilu.

Selain itu dikotomi capres Jawa dan nonJawa dianggap tidak relevan lagi saat ini karena mayoritas masyarakat Indonesia akan menilai figur capres dari aksi nyata, bukan sekadar asal usul daerah.

“Saya kira, pemikiran seperti itu bisa mencederai bhineka tunggal ika, rasa satu nusa satu bangsa dan persatuan nasional,”  ujar dia.

John menyebut keseimbangan politik bisa diperoleh dengan kombinasi pasangan capres dan cawapres Jawa - non Jawa. 

"Jawa bisa sebagai capres dan luar Jawa sebagai cawapres, atau pun sebaliknya. Masyarakat itu sudah melihat faktor lain yakni kredibilitas serta kapabilitas capres sesuai rekam jejak yang dimiliki," kata dia. 

Menurut John isu Jawa dan nonJawa hanyalah strategi kampanye meraih suara. Hal ini sangat beralasan mengingat jumlah pemilih di Jawa sangat besar.  "Tetapi kalau isu ini menjadi basis persaingan, saya kira akan sangat berbahaya,” katanya.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014