Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro berpendapat pendekatan ekonomi, sosial, dan budaya perlu dikedepankan dalam menjaga hak berdaulat Indonesia di Laut Natuna Utara.
Laut Natuna Utara merupakan perairan di utara Laut Natuna yang merupakan daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut China Selatan.
Dalam Seminar Nasional Sejarah TNI Angkatan Laut di Jakarta, Senin (8/7), Kresno mengusulkan tiga pendekatan untuk memperkuat posisi Indonesia di Laut Natuna Utara, yaitu dengan pendekatan legal, operasi, dan pendekatan ekonomi, sosial, budaya.
“Yang pertama legal, yang kedua operasi, yang ketiga hegemoni ekonomi, sosial dan budaya. Justru, ekonomi, sosial dan budaya ini yang mungkin dikedepankan,” kata Kababinkum TNI saat berbicara dalam seminar bertajuk “Perspektif Historis Penanganan Konflik di Laut Natuna Utara dan di Papua” yang digelar oleh Dinas Sejarah TNI Angkatan Laut (Disjarahal) di Jakarta, Senin.
Terkait pendekatan ekonomi, sosial, dan budaya, Kresno menyebut Indonesia dapat menjajaki kerja sama pertukaran ahli (expert exchange), pertukaran taruna/siswa (student exchange), ataupun pertukaran perwira/pegawai pemerintahan (officer exchange) dengan negara-negara yang wilayahnya berbatasan dengan Indonesia di Laut Natuna Utara.
“Ketika bicara ekonomi, sosial, budaya, exchange experts, exchange student, termasuk officer saya kira harus diperbanyak untuk daerah China, Vietnam, dan sebagainya,” kata Kresno.
Kemudian, Kresno juga meyakini perlu ada penjajakan untuk melihat peluang kerja sama investasi (joint investment) mengelola ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara.
Baca juga: RI tingkatkan kekuatan di Natuna Utara antisipasi kemungkinan terburuk
Namun untuk itu, Kresno mengingatkan perlunya ada pemahaman yang lengkap atas potensi sumber daya Indonesia di perairannya, termasuk di wilayah ZEE-nya di Laut Natuna Utara. Menurut Kresno, tanpa ada pengetahuan yang lengkap atas potensi sumber daya itu, sulit untuk memproyeksikan kepentingan nasional Indonesia di perairannya, termasuk di Laut Natuna Utara.
“Indonesia setidaknya harus fully known the resources, ketika bicara itu tidak hanya hayati, tetapi harus tahu yang belum dikerjakan dan digarap,” kata Kresno.
Dia memberikan contoh sering kali ada pernyataan posisi silang Indonesia merupakan kawasan yang strategis, karena diapit oleh dua benua yaitu Asia dan Australia, serta dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Namun, pendapat itu menurut Kresno menjadi kurang bermakna manakala Indonesia tidak memahami bagaimana memanfaatkan posisi strategisnya.
“Amerika, China, tidak mengincar resources Indonesia, tetapi how to control navigasi wilayah Indonesia. Yang dicari China, Amerika bagaimana China, Amerika bisa mengontrol pergerakan kapal dan pesawat udara di wilayah Indonesia apalagi sekarang Asia’s Era, mungkin 60 persen perdagangan lewat (jalur) itu. Pertanyaannya, apakah kita bisa menjual ini, dan bagaimana menjualnya,” kata Kababinkum TNI.
Dalam sesi diskusi yang sama, Kresno juga menjelaskan pendekatan legal dan operasi yang dapat diambil untuk memperkuat hak berdaulat Indonesia di Laut Natuna Utara.
“(Pendekatan) legal harus peaceful measures, establishing forum. (Pendekatan) operasi, sudah banyak dilakukan, mungkin perlu dikembangkan joint survey, joint patrol, setidaknya di Natuna, apa perlu joint exercise sehingga apabila bertemu di lapangan setidaknya sudah tahu, semakin banyak ketemu, semakin banyak minum kopi, konflik biasanya tidak gampang muncul,” kata Kresno sambil berkelakar.
Baca juga: Dankormar kaji pembentukan satuan Marinir definitif di Natuna
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024