Gaza (ANTARA) - Di Beit Hanoun, sebuah kota yang dilanda konflik di Jalur Gaza utara, Shahd al-Kafarna berjuang untuk bernapas di bangsal neonatal Rumah Sakit Kamal Adwan
Lahir prematur tiga pekan lalu, Shahd bergantung pada tabung oksigen di dalam inkubator. Ibunya, Salma (29), tampak lemah, memperhatikan setiap gerakannya dengan perasaan cemas dan penuh harapan.
"Stres, tekanan psikologis, dan malanutrisi menyebabkan persalinan prematur. Ketika Shahd lahir, tidak ada tangisan, hanya keheningan," kata Salma tentang bayi perempuannya.
Sang ibu takut akan hal terburuk, tetapi, melawan segala rintangan, Shahd mengambil napas pertama yang sangat penting.
"Setiap hari saya datang ke sini, saya melihat dia berjuang. Setiap tarikan napas terasa seperti kemenangan kecil, sebuah kesempatan baginya untuk menjadi lebih kuat," kata Salma dalam suara perpaduan antara rasa takut dan tekad.
Namun, harapan Salma terancam oleh kelangkaan bahan bakar yang membayangi rumah sakit. Direktur Rumah Sakit Kamal Adwan Hussam Abu Safiya berbicara tentang krisis yang akan datang jika pasokan bahan bakar tidak tersedia
"Tanpa bahan bakar, oksigen yang menopang bayi prematur seperti Shahd akan berhenti," ujar Safiya memperingatkan.
"Sekitar 40 anak lahir dengan kondisi kurang gizi dan berat badan lahir rendah karena para ibu tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup selama masa kehamilan," ujar pejabat hubungan masyarakat (humas) Rumah Sakit Kamal Adwan, Wissam Al-Sakani.
Al-Sakani mengatakan mereka berusaha menjaga agar bayi-bayi prematur tetap hidup dengan memaksimalkan listrik rumah sakit untuk mengoperasikan perangkat oksigen di dalam inkubator di tengah kelangkaan bahan bakar. Al-Sakani meminta lembaga-lembaga kesehatan internasional untuk turun tangan dan menyediakan bahan bakar yang sangat dibutuhkan oleh rumah sakit, terutama untuk inkubator, untuk menyelamatkan nyawa pasien dan bayi prematur.
Wanita hamil dan bayi baru lahir sangat rentan di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza, yang telah menciptakan krisis kemanusiaan yang parah di daerah padat penduduk.
Sebuah survei yang dilakukan oleh UN Women pada April di Jalur Gaza mengungkapkan bahwa 76 persen wanita hamil yang diwawancarai melaporkan menderita anemia, dan 99 persen menghadapi kesulitan dalam mengakses pasokan nutrisi penting dan suplemen.
Sementara Salma terus berdoa untuk kelangsungan hidup putrinya, Shaimaa Abu Sharekh, seorang penduduk Jabalia, telah menghadapi hal yang lebih buruk. Bayinya yang lahir prematur tujuh hari yang lalu dengan berat hanya 1 kilogram, meninggal dunia akibat komplikasi malanutrisi selama kehamilan.
"Saya sangat menderita selama kehamilan saya karena pengungsian, ketakutan, kecemasan, dan kekurangan gizi. Dia lahir dalam keadaan lemah dan tidak sempurna dan meninggal bahkan sebelum saya sempat menggendongnya," kata ibu berusia 25 tahun itu.
"Apa kesalahan kami sebagai ibu, dan apa kesalahan anak-anak kami sehingga kami harus membayar harga untuk perang yang tidak bisa kami kendalikan ini?" tanya Shaimaa.
Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024