Padang (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat (Sumbar) terus menjaring berbagai potensi Indikasi Geografis yang ada di provinsi setempat untuk didaftarkan ke Kemenkumham RI.
"Kami melihat Sumbar adalah daerah yang kaya akan produk budaya, keindahan alam, kerajinan serta sektor lain yang berpotensi untuk didaftarkan Indikasi Geografis," kata Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham Sumbar di Padang, Kamis.
Ia mengatakan berbagai potensi itu di antaranya sudah terpetakan oleh Kemenkumham Sumbar yang tersebar di berbagai kabupaten atau kota di Sumbar.
"Dari berbagai potensi yang sudah kami petakan itu, dua di antaranya sudah terdaftar dalam Indikasi Geografis, sedangkan empat masih dalam proses," jelasnya.
Ia menyebutkan dua potensi yang sudah terdaftar dalam Indikasi Geografis adalah Songket Silungkang, dan Bareh Solok.
Sedangkan empat yang masih berproses adalah Songket Pandai Sikek (Tanah Datar), Sulaman Kepala Peniti (Kota Pariaman), Gambir (Kabupaten Limapuluh Kota), dan Kopi Solok (Solok).
Ia mengatakan di luar empat potensi yang sedang berproses itu, masih ada 10 potensi lain yang sudah terpetakan oleh pihaknya.
Selain memetakan potensi, lanjut Ruliana, pihaknya juga turut mendampingi setiap proses pendaftaran yang harus dilalui oleh pemohon Indikasi Geografis.
Ia mengatakan penjaringan terhadap potensi Indikasi Geografis di Sumbar terus digencarkan oleh Kemenkumham Sumbar lewat sosialisasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah.
Hal itu karena melihat fakta dari enam potensi Indikasi geografis yang sudah terjaring sejauh ini di Sumbar, semuanya inisiatif dari Kanwil Kemenkumham Sumbar, belum ada yang berasal dari inisiatif masyarakat.
"Jadi belum ada kelompok masyarakat yang mendaftar langsung atas kesadaran mereka terhadap potensi Indikasi Geografis di daerah masing-masing, oleh karena itu sosialisasi akan terus dilakukan," jelasnya.
Sementara Itu Kepala Subbidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Muhammad Farhan mengatakan pendaftaran Indikasi Geografis bisa dilakukan oleh dinas terkait di daerah atau kelompok masyarakat.
Potensi Indikasi Geografis yang bisa didaftarkan setidaknya harus memperhatikan tiga kriteria yakni reputasi, kualitas, dan karakteristik.
"Jika sudah memenuhi tiga kriteria itu maka potensi Indikasi Geografis sudah bisa didaftarkan ke Kemenkumham RI, pendaftarnya bisa dari kelompok warga, bisa dinas terkait," jelasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan Indikasi geografis merupakan salah satu jenis Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk memberikan perlindungan hukum terhadap keaslian suatu produk yang umumnya dilabel daerah asal.
Indikasi Geografis mengisyaratkan bahwa kualitas produk tersebut hanya dapat diciptakan dari suatu daerah yang memiliki keunikan atau kelebihan khusus dari sumber daya alamnya, sumber daya manusianya, ataupun kombinasi dari keduanya.
"Indikasi geografis juga menjadi aset yang dapat digunakan sebagai sarana untuk menyejahterakan masyarakat suatu daerah, karena itulah kami beri dukungan," katanya.
Ia memaparkan terdapat beberapa manfaat ketika songket Pandai Sikek memperoleh sertifikat Indikasi Geografis yakni memperjelas identifikasi produk dan menetapkan standar produksi dan proses diantara para pemangku kepentingan Indikasi Geografis.
Kemudian, menghindari praktik persaingan curang dan memberikan perlindungan konsumen dari penyalahgunaan reputasi Indikasi Geografis, menjamin kualitas produk Indikasi Geografis sebagai produk asli sehingga memberikan kepercayaan pada konsumen.
Kemudian membina produsen lokal, mendukung koordinasi, dan memperkuat organisasi sesama pemegang hak dalam rangka menciptakan, menyediakan, dan memperkuat citra nama dan reputasi produk.
Selanjutnya meningkatkan produksi karena di dalam Indikasi Geografis dijelaskan dengan rinci tentang produk berkarakter khas dan unik, reputasi suatu kawasan Indikasi Geografis akan ikut terangkat.
Indikasi Geografis juga dapat melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati yang akan berdampak pada pengembangan agrowisata.
Pewarta: Rahmatul Laila
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024