Konsumsi GGL berlebih oleh masyarakat merupakan persoalan serius yang harus ditangani oleh pemerintah
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR Darul Siska menilai diperlukan kehadiran tim pengawas (timwas) yang bertugas mengawasi kerja pemerintah dalam mengendalikan konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) oleh masyarakat.
"Perlu ada tim pengawas yang kemudian mendampingi dan sekaligus mengawasi kerja pemerintah, bagaimana program-program tentang pengendalian GGL ini bisa dilakukan secara bersungguh-sungguh," kata Darul dalam video singkat, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube TVR Parlemen di Jakarta, Jumat.
Ia menilai persoalan konsumsi GGL berlebih oleh masyarakat merupakan persoalan serius yang harus ditangani oleh pemerintah. Dia mengatakan pada tahun 2023, pengobatan untuk penyakit tidak menular yang dipicu oleh pengonsumsian gula, garam, dan lemak mencapai Rp32 triliun.
"Konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih dapat menimbulkan resiko diabetes, obesitas, hipertensi, gangguan syaraf, hingga kematian akibat penyakit jantung koroner. Tahun lalu, 2023, untuk pengobatan penyakit tidak menular yang disebabkan oleh konsumsi garam, gula, dan lemak yang berlebih itu sudah Rp32 triliun setahunnya," ujar dia.
Selain pembentukan tim pengawas, Darul Siska juga mendorong berharap pemerintah dapat menggalakkan program kampanye nasional terkait pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak harian.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah merilis peraturan melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 30 Tahun 2013 yang menyebutkan bahwa setiap orang dianjurkan mengonsumsi gula 10 persen dari total energi 200 kilokalori atau setara dengan 4 sendok makan atau 50 gram, konsumsi garam 2000 miligram natrium yang setara dengan 1 sendok teh atau 5 gram dan lemak 20 hingga 25 persen dari total energi 702 kilokalori atau setara dengan 5 sendok makan atau 67 gram.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal (Plt Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Yudhi Pramono telah menyampaikan mengenai kondisi konsumsi pangan mengandung gula, garam, dan lemak di Indonesia. Ia mengatakan data dari GlobalData Q2 2021 Consumer Survey pada Juni 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tertinggi di Asia Pasifik.
"Hal ini menjadi salah satu perhatian yang sangat penting untuk diintervensi dalam pengendalian konsumsi gula di Indonesia," ucapnya.
Diketahui bahwa MBDK dapat berisiko meningkatkan kejadian obesitas, diabetes, hipertensi, dan kematian akibat penyakit jantung koroner.
Baca juga: Anggota DPR usul pemerintah perbanyak penyuluhan soal konsumsi GGL
Baca juga: Anggota DPR: Libatkan konselor sebaya edukasi bahaya GGL berlebih
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024