Kami berharap penyidik dapat menggunakan Pasal 81 UU Nomor 17/2016 dengan pemberatan hukuman karena terduga pelaku sebagai pengasuh lembaga pendidikan tidak melaksanakan tanggung jawabnya
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meminta penyidik dapat menggunakan pemberatan hukuman terhadap pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang menjadi pelaku kasus dugaan kekerasan seksual dalam perkawinan anak.
"Kami berharap penyidik dapat menggunakan Pasal 81 UU Nomor 17/2016 dengan pemberatan hukuman karena terduga pelaku sebagai pengasuh lembaga pendidikan tidak melaksanakan tanggung jawabnya dalam memenuhi hak anak dan memberikan perlindungan khusus terhadap anak," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Kemudian jika kemudian terbukti pernah melakukan kejahatan yang sama, menurutnya, pelaku dapat diberlakukan hukuman lebih berat, termasuk memberikan tindakan kebiri.
Pelaku berinisial ME ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Tersangka ME ditahan sejak Rabu (3/7).
ME adalah pengasuh Pondok Pesantren Hubbun Nabi Muhammad di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Sementara korban anak sudah kembali ke keluarganya.
"Padepokan sudah ditutup oleh Polres Lumajang karena statusnya tidak berizin," kata Nahar.
Sebelumnya terjadi pernikahan siri antara seorang santriwati berusia 16 tahun dengan pengasuh Pondok Pesantren Hubbun Nabi Muhammad berinisial ME pada 15 Agustus 2023.
Sementara orang tua korban anak tidak mengetahui terjadinya pernikahan siri pada anaknya.
Baca juga: KemenPPPA kecam pernikahan santriwati dengan pengasuh ponpes di Jatim
Baca juga: KemenPPPA dorong ibu jadi sosok berdaya demi tercapainya hak anak
Baca juga: Anggota DPRA sebut banyak hak anak Indonesia belum terpenuhi
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024