Batam (ANTARA) - Pengadilan Negeri (PN) Batam memanggil secara paksa terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelazis yang merupakan nakhoda kapal super tanker MT Arman 114 atas kasus pembuangan (dumping) limbah B3 atau limbah minyak hitam di Perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Juru Bicara PN Batam Welly Irdianto di Batam, Kamis mengatakan hal tersebut dikarenakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa menghadirkan terdakwa dalam agenda pembacaan putusan dari majelis hakim PN Batam.

"Tadi pukul 09.30 WIB terdakwa tidak dapat dihadirkan oleh JPU. Sidang kembali ditunda hingga minggu depan," kata Welly.

Baca juga: Ketua MPR apresiasi upaya Bakamla tangkap supertanker Iran di ZEE RI

Ia menyampaikan sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (10/7) dengan agenda pembacaan putusan dari majelis hakim PN Batam, dan pada sidang tersebut majelis hakim akan memerintahkan pemanggilan paksa terhadap terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelazis.

Kata Welly, jika terdakwa kembali tidak hadir, majelis hakim akan mengeluarkan penetapan in absentia.

"Nanti dalam pemanggilan paksa, jika terdakwa tetap tidak dapat dihadirkan, maka majelis hakim akan mengambil keputusan. Sampai saat ini, kuasa hukum juga belum berhasil menemukan terdakwa, yang seharusnya dihadirkan oleh JPU," ujar dia.

Baca juga: Bakamla untuk pertama kalinya temukan kapal asing kelabui data AIS

Lebih lanjut ia menjelaskan alasan PN Batam tidak melakukan penahanan terhadap terdakwa selama menjalani proses hukum di Bakamla, Gakkum KLHK, Kejaksaan Negeri Batam, dan PN Batam karena dinilai kooperatif selama tujuh bulan terakhir.

Welly menjelaskan JPU sempat mengajukan permohonan penahanan setelah agenda tuntutan berlangsung, tetapi surat tersebut bukan dimasukkan melalui persidangan, melainkan administrasi umum.

"Maka dari itu kami kemarin tidak melakukan penahanan hingga akhirnya terdakwa mangkir dalam agenda putusan," kata dia.

Baca juga: MT Freya dan MT Horse tinggalkan perairan RI

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Batam I Ketut Kasna Dedi mengatakan tidak dilakukannya penahanan terhadap terdakwa Mahmoud dikarenakan statusnya yang merupakan nahkoda kapal dan bertanggung jawab terhadap 21 kru kapal tersebut.

"Jadi kalau saat tahap II dari penyidik KLHK ke kejaksaan kita tahan, siapa yang akan bertanggung jawab atau mengawasi anak buah kapalnya. Itu salah satu pertimbangan kami saat itu tidak melakukan penahanan terhadap terdakwa," kata Kasna.

Baca juga: Imigrasi deportasi dua nakhoda supertanker Iran dan Panama

Kini terdakwa tersebut telah melakukan pelanggaran lain dengan tidak hadir dalam persidangan yang menunjukkan sikap tidak kooperatif.

"Kita sudah mengantisipasi hal ini, kita baca tuntutan bahwa terdakwa dituntut penjara tujuh tahun. Saya sudah mengantisipasi, karena terdakwa mungkin akan melarikan diri," ujar dia.

Baca juga: Mahfud minta usut tuntas dua super tanker Iran dan Panama

Dengan begitu, kejaksaan telah mengajukan surat permohonan penahanan kepada pengadilan dengan pertimbangan dari KLHK yang menyarankan penahanan terhadap terdakwa.

Ia juga menegaskan kejaksaan akan terus berupaya untuk menghadirkan terdakwa dalam sidang berikutnya dengan bekerja sama dengan instansi terkait.

"Status terdakwa saat ini sedang dalam pencarian, namun belum ditetapkan sebagai DPO. Jika tidak hadir dalam persidangan mendatang, maka akan ditetapkan sebagai DPO," kata Kasna.

Baca juga: Ketika dua super tanker asing memasuki perairan Indonesia

Sebelumnya, kapal MT Arman 114 diamankan oleh Bakamla RI pada 7 Oktober 2023 karena diduga menyebabkan pencemaran lingkungan laut di perairan Natuna.

Kapal MT Arman 114 mengangkut muatan light crude oil ± 272.629,067 MT dan melakukan pembuangan limbah dari lubang pembuangan buritan sebelah kiri kapal saat melakukan transfer ship to ship crude oil dengan Kapal MT S-Tinos di Zona Ekonomi Eksklusif Laut Natuna.

Pewarta: Jessica Allifia Jaya Hidayat
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2024