Depok (ANTARA) - Industri Daur Ulang Plastik (IDUP) berperan penting dan menjadi salah satu ujung tombak dalam penerapan Reuse, Reduce, dan Recycle (3R) namun pelaksanaan fungsinya masih memiliki keterbatasan kapasitas produksi sehingga perlu ditingkatkan.

"Saat ini, kapasitas IDUP di Indonesia dalam mendaur ulang sampah plastik masih berkisar 7 persen atau sekitar 810.000 ton, dan ini harus ditingkatkan untuk mencapai target Intended Nationally Determine Contribution (INDC) dan Sustainable Development Goals (SDGs) melalui pemberian insentif fiskal," kata Doktor dari Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI) Dr. Andang Wirawan Setiabudi di Depok, Kamis.

Oleh karena itu, Dr. Andang melakukan penelitian untuk menganalisis bagaimana kebijakan fiskal digunakan oleh pemerintah guna meningkatkan kapasitas IDUP. Penelitiannya tersebut juga untuk menemukan desain kebijakan insentif fiskal dan studi komparasi penggunaan kebijakan fiskal di berbagai negara dalam menangani sampah plastik.

"Hasilnya menunjukkan bahwa insentif fiskal berupa subsidi langsung biaya pemilahan sampah plastik, supertax deduction, tax holiday, aturan khusus untuk IDUP, pengenaan cukai plastik yang relevan, serta fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) terhadap biji plastik daur ulang, adalah desain-desain yang dapat mendorong pertumbuhan industri ini secara signifikan," kata Dr. Andang.

Sementara itu, studi perbandingan dengan kebijakan serupa di negara lain, seperti Thailand, Jerman, Korea Selatan, dan Malaysia juga memberikan gambaran bahwa kombinasi insentif dan taxing (disinsentif) telah terbukti berhasil dalam meningkatkan kapasitas daur ulang plastik di tingkat nasional.

“Kebijakan fiskal yang tepat dapat menjadi faktor pendorong yang kuat bagi peningkatan kapasitas IDUP dan menggerakkan masyarakat menuju pola konsumsi dan produksi yang lebih berkelanjutan,” ujar Dr. Andang.

Dari penelitian yang telah dilakukannya tersebut, Dr. Andang memberikan saran untuk meningkatkan kolaborasi kebijakan fiskal dengan berbagai kebijakan publik lainnya.

Seperti kemudahan pemberian modal bagi IDUP dari pihak perbankan, dalam rangka mempercepat peningkatan kapasitas IDUP untuk mengendalikan volume sampah plastik di masyarakat.

Selain itu, perlu menyusun revisi konsep aturan implementasi desain insentif fiskal terhadap IDUP. Seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130 tahun 2020 tentang industri pioneer yang berhak mendapatkan tax holiday.

Konsep lainnya adalah merancang aturan pemberian subsidi dan pengenaan PPN DTP untuk produk biji plastik daur ulang.

Kemudian, Dr. Andang menyarankan untuk mempercepat pengenaan taxing dan insentif yang diadopsi dari praktik terbaik internasional seperti yang telah diterapkan di negara lain, yaitu di Thailand, Jerman, Korea Selatan, dan Malaysia. Ini telah terbukti berhasil meningkatkan kapasitas daur ulang plastiknya.

Kebijakan taxing dimaksud adalah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengenaan cukai plastik yang tertunda dari tahun 2019 sampai sekarang.

“Rekomendasi ini dirancang untuk memberikan landasan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan fiskal yang efektif untuk mendukung industri daur ulang plastik di Indonesia.

Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi dampak lingkungan dari sampah plastik serta mendorong pola konsumsi dan produksi yang lebih berkelanjutan.

Baca juga: Rappo Indonesia olah plastik kresek bekas jadi produk fesyen
Baca juga: KKP edukasi siswa di NTB untuk kelola sampah plastik lewat daur ulang
Baca juga: Sampah plastik di RSU Negara-Bali dapat diolah menjadi kaki palsu

 

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024