Pokja juga harus membantu dalam penyusunan program-program unggulan yang terkait dengan capaian target indikator,
Palangka Raya (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menyatakan, program unggulan yang dijalankan kelompok kerja Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan Plus (REDD plus) sudah seharusnya berjalan selaras dengan rencana pembangunan di daerah setempat.
"Pokja juga harus membantu dalam penyusunan program-program unggulan yang terkait dengan capaian target indikator," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kalteng Leonard S Ampung di Palangka Raya, Kamis.
Dia mengatakan capaian indikator itu tentunya sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat secara imperatif baik dalam RPJPD, RPJMD, dan RKPD Kalteng.
Saat ini Kalteng merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tutupan hutan paling luas di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, luas kawasan hutan di provinsi ini mencapai 13.120.693 hektare atau 85,72 persen dari luas daratan.
Bahkan, provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila ini, merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kawasan hutan lahan gambut terluas, yaitu sekitar tiga juta hektare dan menjadi tempat simpanan karbon (carbon sink).
Leonard mengatakan, Kalteng juga merupakan satu dari beberapa provinsi di Indonesia yang masih menggantungkan pembangunan perekonomiannya pada kelimpahan sumber daya alam yang dimilikinya, baik terbaharui (renewable resources) maupun tidak terbaharui (non-renewable resources) seperti pertambangan, kehutanan, perkebunan, dan juga pertanian.
"Melimpahnya SDA itu tentunya membuat deforestasi dan degradasi hutan menjadi tidak terhindari," ucapnya.
Menurut Kepala Bappedalitbang Kalteng itu, deforestasi dan degradasi hutan tidak hanya disebabkan oleh pembalakan kayu yang berlebihan, melainkan juga akibat tumpang tindih pemanfaatan atau penggunaan lahan serta konversi kawasan atau areal berhutan ke sektor-sektor berbasis lahan, tidak terkecuali pertambangan, perkebunan, pertanian dan sektor lainnya termasuk pembangunan infrastruktur fisik.
Baca juga: KLHK sebut pemerintah ingin jaga hutan respons "All Eyes on Papua"
Konsekuensi logis dari pembagian urusan dan pelimpahan kewenangan kepada masing-masing institusi adalah munculnya ego sektoral. Urusan maupun kewenangan yang berbeda tersebut ibarat sebuah orkestra yang terdiri dari berbagai alat musik.
"Harmonisasi akan diperoleh jika alat musik yang dimainkan tersebut selaras (sinkron) satu dengan yang lain, yang dipandu oleh seorang dirigen," demikian Leonard.
Pewarta: Muhammad Arif Hidayat
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024