Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) terus didorong agar bisa rampung.

"Ini (RUU EBET) lagi di-push terus dan masih ada hal yang harus di-clear-kan untuk mencapai titik temu, hal-hal yang artinya masih perlu di-clear-kan lagi," kata Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Iswahyudi setelah diskusi bersama media yang bertajuk "Update Isu dan Kebijakan Transisi Energi di Indonesia" diselenggarakan oleh IESR di Jakarta, Rabu (3/7).

Dia menyampaikan bahwa hal yang paling menjanjikan yakni terkait dengan pemanfaatan bersama jaringan untuk mengoptimalkan utilitas jaringan listrik yang dapat diperbaharui.

"Yang paling menjanjikan ini kan pemanfaatan bersama jaringan, karena itu kan untuk mengoptimalkan utilitas jaringan sehingga bisa dimanfaatkan untuk mengalirkan listrik yang renewable," ujarnya.

Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI masih melakukan pembahasan RUU EBET hingga saat ini. Dari tiga isu yang tertunda, baru dua isu yang disepakati, yakni penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan pemenuhan kebutuhan energi listrik dari EBET.

Baca juga: Kementerian ESDM: Nuklir, amonia dan hidrogen masuk dalam RUU EBET

Mengenai target bauran kebijakan energi baru terbarukan masih dipertahankan 23 persen pada 2025.

"Kita kan masih komitmen yang ini, 23 persen (bauran energi), kan kita kejar, cuma yang review, ini kan rapat-rapat terus nih," ucap dia.

Ia berharap, RUU EBET segera diundangkan pada tahun ini, karena tidak hanya penting untuk mencapai tujuan keberlanjutan energi nasional, tetapi juga untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.

"Keinginan kami itu (RUU EBET) supaya segera bisa diundangkan, nanti turunan regulasinya bisa juga dipercepat. Kami inginnya bisa cepat, kan ini sudah dibahas cukup lama," kata Hendra.

Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemutakhiran kebijakan energi dan dekarbonisasi industri demi mencapai target bauran energi terbarukan.

"IESR memandang jika Indonesia hanya bertumpu pada kebijakan saat ini tanpa strategi yang terukur, maka pencapaian target bauran energi terbarukan akan lambat, bahkan Indonesia tidak akan melebihi 30 persen pada 2060," kata Koordinator Grup Riset Sumber Daya Energi dan Listrik IESR His Muhammad Bintang.

IESR memandang bahwa Indonesia perlu mengakselerasi pemanfaatan energi terbarukan sebagai strategi penurunan emisi gas rumah kaca untuk mencapai net zero emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, demi membatasi kenaikan suhu bumi yang menyebabkan krisis iklim.

IESR menilai untuk mencapai target bauran energi terbarukan dan penurunan emisi sektor energi secara signifikan, pemutakhiran kebijakan seperti Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Selanjutnya, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), dan finalisasi RUU Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) harus mencakup peningkatan target penurunan emisi dan skema yang mendukung pencapaian tersebut secara terukur.

Baca juga: Menteri ESDM dorong skema "power wheeling" masuk RUU EBET
Baca juga: Menteri ESDM perintahkan dirjen baru EBTKE percepat RUU EBET
Baca juga: Anggota DPR: RUU EBET bisa percepat transisi energi di Indonesia

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024