Jakarta (ANTARA) - Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak DKI Jakarta menyatakan bahwa memanfaatkan kedisabilitasan seseorang dengan iming-iming atau bujuk rayu termasuk tindak kekerasan.

Hal itu disampaikan Advokat Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) DKI Jakarta, Novia Gasma saat dihubungi di Jakarta pada Rabu, terkait kasus seorang siswi difabel berinisial AS (15) yang menjadi korban asusila di Kalideres, Jakarta Barat.

Kini korban telah hamil lebih dari tujuh bulan dan pernyataan PPPA DKI Jakarta juga disampaikan sebagai penegasan kepada Kepolisian.

Dia mengatakan bahwa meskipun tidak ada tanda kekerasan pada tubuh korban tetapi memanfaatkan kedisabilitasan sehingga menyebabkan hamil termasuk tindak kekerasan.

"Jadi memang kita juga berkoordinasi dengan Polres Metro Jakarta Barat, ini peristiwa kita sudah yakini bahwa ada persetubuhan karena anak sudah mengalami kehamilan," katanya.

Baca juga: Kemen PPPA tangani kasus asusila dengan korban anak difabel di Jakbar

Meskipun tidak ada tindakan kekerasan yang benar-benar terjadi, tetapi iming-iming, bujuk rayu dan memanfaatkan kedisabilitasan juga termasuk kekerasan.

Hingga kini, pihaknya masih menunggu proses hukum yang dilakukan Kepolisian terhadap kasus tersebut.

"Sudah berjalan kok, memang kan itu butuh upaya, butuh kesabaran yang cukup karena memang perlu pemahaman, karena ahli bahasa itu juga belum tentu paham, karena banyak bahasanya yang spesifik," kata Novia.

Novia mengatakan bahwa dengan telah adanya laporan polisi (LP) beberapa waktu lalu, pihaknya kini menunggu proses hukum oleh Kepolisian.

"Yang penting kita dampingi terus untuk prosesnya, LP sudah. Kan sejak kita sebelumnya kunjungan terus, kemudian karena anaknya kondisinya sakit waktu itu, kita tunggu kesiapannya setelah siap, kemudian kita dampingi untuk membuatkan LP," kata Novia.

Baca juga: KPAI siapkan juru bahasa isyarat untuk anak difabel korban asusila

Siswi difabel korban asusila berinisial AS (15) di Kalideres, telah membuat LP di Polres Metro Jakarta Barat pada Rabu (29/5) didampingi oleh Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

Paman korban, Suwondo saat dihubungi di Jakarta pada Selasa (28/5) mengatakan bahwa Kemen-PPPA juga telah menjamin korban akan didampingi oleh juru bicara isyarat (JBI) serta pendamping.

"Saya bilang sama Kasat Reskrim, bahwasanya mereka (Kemen-PPPA) sudah siap dari psikolog atau juru bahasanya, jangan mereka mengarahkan ke Polres segala sesuatunya belum siap," kata Suwondo.

Suwondo melanjutkan bahwa sebelumnya LP direncanakan untuk disampaikan ke Polres Jakarta Barat (Jakbar) pada Senin (27/5), namun diundur ke Senin (3/6). Kemudian Kemen- PPPA meminta agar LP dimasukan Rabu (29/5).

"Agendanya kemarin tanggal 27 Mei, sehubung si korban sakit, akhirnya ditunda jadi tanggal 3 Juni. Agenda tanggal 3 Juni dimajukan jadi tanggal 29 Mei," tutur Suwondo.

Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024