Banda Aceh (ANTARA) - Transparency International (TI) Indonesia menyatakan bahwa aspek program antikorupsi hingga sosial dan hak asasi manusia (HAM) pada perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia masih sangat rendah.

"Aspek antikorupsi pada perusahaan tambang di Indonesia masih rendah. Termasuk dari sosial dan HAM," kata Peneliti TI Indonesia, Gita Ayu Atikah, di Banda Aceh, Rabu.

Baca juga: Prabowo di PAKU KPK usul pejabat tak jujur laporkan LHKPN disanksi

Pernyataan itu disampaikan Gita Ayu dalam kegiatan diseminasi hasil penelitian transparency in corporate reporting (TRAC) terkait program antikorupsi, sosial dan HAM, di Banda Aceh.

Dirinya menjelaskan, penelitian dengan metode TRAC terkait penerapan program antikorupsi dan aspek sosial dan HAM tersebut dilakukan pada 121 perusahaan pertambangan di Indonesia.

Baca juga: Pakar: Ketiga capres wajib elaborasi program antikorupsi dalam debat

Langkah tersebut untuk mengevaluasi dan menilai sejauh mana perusahaan terbuka dalam pelaporan mereka terhadap kebijakan antikorupsi dan komitmen kepatuhan hukum.

Dari hasil penelitian pada 121 perusahaan tambang se Indonesia ini ditemukan bahwa aspek antikorupsi hanya mendapatkan nilai sebesar 0,31 dari skor maksimal 10

Baca juga: Kemenag inisiasi program Kusemai Nilai untuk cegah perilaku korupsi

Hasil itu menandakan bahwa mayoritas perusahaan tambang berada pada kategori skor sangat rendah dalam mengungkapkan kebijakan dan program anti korupsi perusahaan.

Kemudian, untuk aspek sosial dan HAM di perusahaan tambang juga masih lemah yaitu hanya memperoleh skor 0,30 dari maksimal 10.

"Maka, skor ini mengindikasikan bahwa rata-rata perolehan skor dari 121 perusahaan tambang di Indonesia berada pada kategori sangat rendah dalam menjalankan praktik bisnis yang berintegritas dan ramah lingkungan," ujarnya.

Baca juga: Ganjar minta pemerintah desa di Pati membuat program antikorupsi

Dirinya menyampaikan, eksploitasi SDA oleh korporasi seharusnya bisa dijalankan dengan memperhatikan aspek antikorupsi, sosial dan HAM agar tidak menimbulkan dampak negatif jangka panjang.

"Karena, tidak maksimalnya pendapatan negara di sektor tambang juga disebabkan berbagai kasus korupsi, belum lagi dampak sosial dan bencana ekologis yang menyertainya," katanya.

Baca juga: Pemprov Sulteng luncurkan program desa percontohan antikorupsi

Dalam kesempatan ini, Gita juga menuturkan bahwa salah satu dari 121 perusahaan diteliti tersebut juga ada yang berasal dari Aceh yakni PT Mifa Bersaudara.

Dari aspek antikorupsi, kata dia, PT Mifa Bersaudara memperoleh skor 0 dari 10, sedangkan dari aspek sosial dan HAM mendapatkan skor 3,42 dari maksimal 10.

Artinya, lanjut dia, PT Mifa Bersaudara belum memiliki komitmen dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Disisi lain, pada aspek sosial dan HAM juga masih berada pada kategori rendah. Tetapi, perusahaan ini termasuk dalam 17 perusahaan yang mempublikasikan laporan tahunan mereka (dari 121 yang diteliti).

"Dari hasil review dokumen, untuk program antikorupsinya belum banyak dituangkan di laporan tahunan dan sustainability report nya," ujar Gita.

Baca juga: KPK beberkan sejumlah program demi kesejahteraan masyarakat di Papua

Gita menyimpulkan, berdasarkan hasil penelitian mereka, perusahaan tambang tidak memiliki kebijakan yang memadai dari aspek antikorupsi, sosial dan HAM, sehingga sulit untuk menghindar dari pertanggungjawaban pidana korporasi.

Disisi lain, upaya penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi dan lingkungan di sektor SDA tidak selalu membuahkan putusan yang adil untuk publik, terlebih bagi lingkungan hidup.

Belum lagi eksekusi putusan dalam berbagai kasus yang terkait kerugian negara dan lingkungan mengalami banyak tantangan dan hambatan.

Baca juga: Irjen Kemenag komitmen kawal program prioritas Kementerian

TI Indonesia, merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyediakan regulasi dan prosedur yang mewajibkan komitmen antikorupsi perusahaan tambang secara komprehensif, melakukan pengawasan dan penegakan hukum efektif.

Supaya, setiap perusahaan yang diberikan izin
pertambangan dapat memenuhi prinsip-prinsip yang mampu mencegah terjadinya praktik korupsi dan pelanggaran.

"Bagi perusahaan, perlu memastikan adanya kebijakan antikorupsi yang esensial untuk memitigasi pelanggaran serta melindungi masyarakat dari dampak sosial dan kerusakan lingkungan," demikian Gita Ayu Atikah.

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2024