“Jadi kalau bansos sebetulnya sudah tidak ada yang sifatnya fisik, karena sudah diterima melalui rekening masing-masing keluarga penerima manfaat, baik itu yang berupa PKH maupun BPNT langsung ke rekening masing-masing penerima,” kata Muhadjir dalam konferensi pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan, bantuan yang diberikan dalam bentuk sembako, baik itu oleh Presiden maupun menteri, bukan termasuk kategori bansos, melainkan menggunakan dana program kemasyarakatan atau dana operasional menteri.
“Kalau yang dalam bentuk sembako itu sebenarnya bukan bansos, kalau Presiden yang bagi itu sebetulnya dari dana program kemasyarakatan Presiden, ada dana taktis, bukan hanya Presiden saja, tetapi saya selaku Menko PMK juga dapat, namanya dana operasional menteri (DOM),” ucapnya.
Ia juga menegaskan, bansos sudah ada di dalam nomenklatur APBN dan sudah berwujud non-tunai.
“Sudah masuk di masing-masing rekening keluarga penerima manfaat (KPM), utamanya program PKH yang jumlahnya sekitar 10 juta KPM, sedangkan BPNT 19 juta 800 ribu KPM,” ujar dia.
Sedangkan bantuan berupa beras, lanjut dia, bersumber dari cadangan pangan Pemerintah dan bukan termasuk bansos, melainkan dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN).
“Kalau beras itu sumbernya dari cadangan pangan pemerintah, dananya bukan dari bansos tetapi dari BA BUN, untuk mengintervensi utamanya akibat kelangkaan bahan pangan atau beras mahal,” ucap Menko PMK.
Adapun bansos termasuk salah satu skema Pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan dan menghapus kemiskinan ekstrem.
Pemerintah telah melakukan tiga strategi utama, yakni penurunan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan pengurangan kantong-kantong kemiskinan yang berjalan secara konvergen dan terintegrasi. Hal tersebut dilakukan sebagai wujud nyata untuk melindungi kelompok-kelompok rentan agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan dan mendapatkan akses kebutuhan dasar yang setara.
Muhadjir mengemukakan, meski saat ini angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem masih belum memenuhi target yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, pihaknya tetap optimistis di akhir tahun 2024 angka bisa mencapai target tersebut.
"Memang targetnya untuk kemiskinan 7,5 persen, dan posisi kita 9,03 persen. Kita berharap kalau penurunan konsisten 2,33 persen, maka mestinya akhir tahun nanti sudah bisa di bawah 9 persen, artinya di bawah 8,5. Untuk kemiskinan ekstrem, saya optimistis akhir tahun 2024 walaupun tidak nol, mestinya bisa di bawah 0,5 persen," tuturnya.
Baca juga: Menko PMK: Angka kemiskinan 2024 terendah dalam 10 tahun terakhir
Baca juga: Menko PMK: Pemberantasan judi online libatkan tokoh-tokoh keagamaan
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024