Jakarta (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta mengajak masyarakat agar berhenti
​​​​​​menertawakan humor seksis karena ikut tertawa bisa justru membuatnya lumrah dan pelecehan seksual terkesan lazim.

"Berhenti tertawakan humor seksis. Ikut menertawakan humor seksis berarti mendukung, setuju dengan candaan itu," kata Ketua Subkelompok Perlindungan Perempuan Dinas PPAPP DKI Jakarta Evi Lisa dalam acara daring di  Jakarta, Rabu.

Evi mengingatkan candaan seksis bukan lelucon, tetapi merupakan kekerasan verbal. Menurut dia, biasanya ada komentar yang melecehkan atau merendahkan orang lain dan ini tersembunyi di balik candaan.

Contoh candaan seksis yang sering dilontarkan antara lain "Mana ada kucing menolak kalau dikasih ikan", "Duh punya lima anak pasti sudah turun mesin berapa kali dong" atau "Ada yang menonjol tapi bukan bakat".

Ini semua, kata Evi, bisa membuat orang lain yang mendengarnya tak merasa nyaman, sementara orang yang melontarkan candaan semacam ini justru malah terlihat kurang terpelajar.

Baca juga: Pengamat: Pernyataan humor pejabat publik harus selektif

Karena itu, Evi mengingatkan warga agar tidak menoleransi candaan seksis. Apalagi humor punya kekuatan yang sangat luar biasa dan tidak bisa diremehkan.

"Malah ada pembelaan dengan dalih bercanda, mengatakan baper, lebih spontan disampaikan dibandingkan kata maaf. Karena berdalih itu candaan," katanya.

Lebih baik hindari candaan seksis. "Banyak candaan yang bisa mencairkan suasana tanpa harus merendahkan orang lain," kata dia.

Evi mengatakan, berhenti tertawa atas lontaran candaan seksis bisa menjadi cara untuk menghindari diri terlibat dalam salah satu bentuk kekerasan verbal.

Baca juga: Humor jadi unsur dominan dalam sastra betawi

Selain itu, masih ada upaya lainnya yang bisa masyarakat lakukan termasuk memahami batas-batas sensitivitas dan menyadari topik tertentu mungkin tidak sesuai atau membuat orang merasa tidak nyaman.

"Hindari candaan terkait gender, penampilan fisik atau membuat asumsi negatif berdasarkan jenis kelamin," kata Evi.

Cara lainnya, memperhatikan bahasa, termasuk memilih kata-kata dengan hati-hati dan menghindari yang bersifat merendahkan. Kemudian menghormati privasi orang lain dengan menghindari membahas hal-hal yang bersifat pribadi atau intim yang tidak relevan dalam konteks tertentu.

Lalu, dengarkan tanggapan orang lain bila menyatakan dia tak nyaman dengan candaan dan tidak mengulanginya lagi.

"Jangan mendukung atau menyebarkan candaan seksis. Ajak orang lain untuk menghindari candaan seksis. Secara enggak langsung kita berpartisipasi menciptakan lingkungan yang positif," kata dia.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024