Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) merumuskan ringkasan kebijakan (policy brief) tentang pelibatan Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (Pokmas Lipas) dalam program disengagement (pelepasan) bagi mantan narapidana ekstremisme kekerasan.

Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Bidang Pelibatan Masyarakat dalam Upaya Reintegrasi Ditjenpas Kemenkumham Atiek Meikhurniawati di Jakarta, Rabu menyebutkan pelepasan merupakan konsep yang dimaknai sebagai proses yang dilalui oleh anggota kelompok terorisme, gerakan radikal, kelompok, atau kultus tertentu hingga akhirnya mereka memilih untuk tidak berpartisipasi dalam penggunaan tindak kekerasan.

Selama ini, dia menjelaskan konsep Griya Abhipraya menjadi wadah kolaborasi antara pemerintah daerah (pemda), Pokmas Lipas, pihak swasta, serta Balai Pemasyarakatan untuk program pembimbingan klien pemasyarakatan.

"Tujuan Griya Abhipraya bukan hanya menyediakan tempat pemberdayaan bagi klien, tetapi juga meningkatkan keterlibatan masyarakat, pemda, serta pemangku kepentingan lainnya untuk memberikan intervensi melalui program berkelanjutan," kata Atiek, seperti dikutip dari keterangan tertulis resmi.

Ia mengungkapkan pada 2023, data Pokmas Lipas mencatat terdapat 300 mitra kerja sama, sedangkan jumlah pemda atau pemangku kepentingan lainnya yang telah tergabung dalam program Griya Abhipraya sebanyak 140 lembaga atau instansi.

Atiek berharap jumlah tersebut bisa semakin bertambah tahun ini, termasuk program bimbingan khusus melalui pelepasan bagi klien pemasyarakatan tindak pidana terorisme.

Adapun diskusi perumusan ringkasan kebijakan diselenggarakan Ditjenpas berkolaborasi dengan organisasi nirlaba, Search for Common Ground Indonesia.

Secara umum, diskusi perumusan ringkasan kebijakan terbagi menjadi tiga sesi. Setiap sesi diskusi diakhiri dengan tanya jawab untuk menyamakan perspektif sehingga terdapat kesepahaman untuk memudahkan pelaksanaan program.

Diskusi sesi pertama bertema "Praktik Baik dan Tantangan Disengagement di Indonesia" yang dimoderatori oleh Kapokja Hubungan Masyarakat Ditjenpas Kemenkumham Dedy Eduar Eka Saputra.

Selain Atiek Meikhurniawati, narasumber dari sesi diskusi pertama tersebut, yakni Rika Aprianti selaku Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Surabaya dan Suprianto dari Tim Griya Abhipraya Bapas Malang.

Selanjutnya, diskusi sesi kedua bertajuk "Ringkasan Kebijakan terkait Upaya Berbasis Komunitas dalam Mendukung Disengagement: Pelibatan Bapas dan Pokmas Lipas, dan Pengenalan Griya Abhipraya sebagai Pusat Praktik Disengagement" yang diisi oleh Iwa Maulana selaku Peneliti Center for Detention Studies.

Pada sesi tersebut, narasumber menekankan pentingnya pendekatan psikososial dalam bentuk program dukungan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien untuk memastikan keberhasilan program dukungan pelepasan dan mendorong reintegrasi serta rehabilitasi yang berkelanjutan.

Sesi terakhir dimoderatori oleh Anis Hamim dari Search for Common Ground Indonesia, di mana para peserta merumuskan kesimpulan dan rencana aksi bersama dari seluruh pemangku kepentingan.

Peserta diskusi berasal dari perwakilan Ditjenpas, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Bapas Malang, Bapas Surabaya, perwakilan Pokmas Lipas, mitra pembangunan termasuk United States Agency for International Development (USAID) dan Management Systems Internasional (MSI) Harmoni, serta organisasi masyarakat sipil yang aktif dalam mencegah dan melawan ekstremisme kekerasan.

Organisasi dimaksud termasuk Aliansi Indonesia Damai (AIDA), Pusat Kedaulatan Rakyat (PAKAR), International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Yayasan Pundi Amal Peduli Kasih (YPP), Center For The Study Of Religion And Culture (CSRC), dan Working Group on Women Preventing Countering Violent Extremism (WGWC).
Baca juga: Kemenkumham: Kunjungan delegasi Thailand ke lapas perkuat kerja sama
Baca juga: Ditjenpas: 146.260 narapidana terima remisi khusus Idul Fitri 1444 H
Baca juga: Ditjenpas: Undang-Undang Pemasyarakatan refleksikan Mandela Rules

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024